Tadi pagi Arum sudah diperbolehkan pulang, dengan catatan kalau remaja tanggung itu wajib mengurangi jajan sembarangan dan lebih menjaga kebersihan soal makanan.
Kini mereka sudah sampai kembali ke rumah, dan hari ini Alano dan Alain kembali membolos kuliah.
"Sekali lagi masuk rumah sakit, Mama gantung kamu di pohon pisang!"
Bukannya marah atau sekedar cemberut, Arum malah langsung memeluk tubuh Ibunya erat. "Arum sayang Mama banget."
Hati Qiana langsung luluh. Balas memeluk tubuh Arum tak kalah erat. "Jangan sakit lagi, Mama ga tega liatnya."
"Maafin Arum..."
Qiana mengurai pelukannya, mengelus surai panjang Arum. "Sekarang langsung istirahat, Mama mau nyuci baju kamu dulu."
"Iya Mah," arum berbaring di ranjang empuknya.
*
Alano membuka pintu mobil, mengulurkan tangannya yang langsung disambut hangat oleh Nana. Sudah beberapa tahun hubungan mereka terjalin, tapi bukannya semakin bosan mereka malah semakin lengket dan romantis.
"Kamu semakin cantik."
Pipi Nana memerah, mengapit lengan kekar Alano posesif. "Kamu juga tambah tampan dan mempesona."
Alano menyibak rambutnya kebelakang dengan wajah angkuh. "Jelas aku tampan, karena aku menuruni gen Papa."
"Kepercayaan diri kamu udah memprihatinkan," nana berdecak.
Pemuda itu menarik kursi kayu, kemudian menuntun Nana duduk di sana. "Aku percaya diri karena aku memang tampan."
Nana tertawa pelan, menatap punggung ano yang sedang berbicara pada penjual bakso. Kemudian memilih menyibukkan diri dengan bermain ponsel.
"Kalo sama aku jangan main ponsel." ano merampas paksa ponsel Nana.
"Iya, iya... Maaf,"
Sudut bibir Ano tertarik. Nana itu penurut, jadi ia tidak harus saling melempar protes, karena pada dasarnya Nana akan selalu mengalah.
"Arum gimana? Udah baikkan kan?"
"Udah dibolehin pulang, mangkanya aku berani ngajak kamu jalan."
Nana terkikik, ia sangat tau kalau Arum itu kadang cemburu padanya jika Alano lebih menempel dan mementingkan dirinya. Ia sangat memaklumi itu.
"Lagi kencan?"
Keduanya menolehkan kepala, Nana langsung tersenyum manis sedangkan Alano memutar bola mata malas.
"Ngapain lo di sini?!"
"Emang ga boleh?" tanya balik pemuda itu dengan senyum menyeringai, malah ikut duduk.
"Sialan! Kalo lo bukan sepupunya Nana, udah gue gibeng njir!"
"Jangan ngomong kasar ah," tegur Nana pelan, mengelus lengan Alano pelan.
Perlakuan itu membuat hati Alano sedikit tenang, tangannya terangkat mengelus pipi bulat milik Nana.
"Ck!"
"Gue ke sini cuma mau nanya, bukan liat lo berdua romantis-romantisan. Jijik tau!""Bibir lo minta gue bogem sampe jontor ya." sentak Alano tidak suka.
"Ivan mau nanya apa?" tanya Nana cepat. Sekaligus mengalihkan rasa marah Alano pada sepupunya.
"Lo tau ga cewek ini? Kali aja lo kenal, secara lo dari orok di Bandung, beda sama gue."
Sepupunya ini berasal dari Jakarta, kedua orang tuanya mengirim Ivan ke Bandung karena laki-laki itu sungguh biang onar di sana. Jadi Ivan di kirim dan didik oleh Kakak perempuannya yang memang bertempat tinggal di sini, ikut dengan suaminya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Arumanis
Fiksi Remaja[Sebagian chapter di privat, follow untuk membacanya] [ Sequel dari ' Suami Kampret!' ] Ini tentang Arum, Putri Bungsu dari sepasang Suami Istri bernama Alaric dan Qiana. Arum yang cantik, polos dan naif membuat sebagian laki-laki terjerat pesona se...