Kedua pipi Arum merona ketika mengingat kalimat romantis Barra di kolam renang tadi sore.
"Boleh, tapi nanti kalo udah halal."
Astaga, bahkan kalimat itu sampai terngiang-ngiang dipikirannya.
Ia jadi membayangkan kalau suatu hari nanti ia dan juga dosen kakak kembarnya itu akan menjadi pasangan hala-
"Stop senyum-senyum Arum, Mama takut!" pekik Ibu tiga anak itu sungguh-sungguh.
"Mama mah ganggu aja!" jawab Arum tidak kalah kencang.
Qiana mendengus, kembali memfokuskan tayangan tv yang ada di depannya. "Antisipasi aja Rum, Mama takut kamu beneran kesurupan. Mana di sini kita cuma berdua."
"Tau ah, Arum kesel sama Mama."
"Kesel ya? Oke, besok jangan minta uang jajan."
Bola mata Arum terbelalak, bibirnya mengerucut sebal. Selalu saja itu ancaman yang diberikan Ibunya jika ia sedang proses ngambek.
"Ga ada hukuman lain apa selain kurangin jajan," dumelnya.
"Wess ada dong!" sambar Qiana cepat.
"Ada... Ponsel disita, jatah makan dikurangin, ga boleh nyetel AC selama 1 Minggu di kamar, terus ga ada stok permen kak-""Jangan Mah! Iya ini Arum ga jadi ngambek!" pekiknya menggelegar.
"Bagus deh," balas Qiana tersenyum lebar.
Dahi Arum mengkerut, matanya memicing sebal pada sang Ibu. Tapi semenyebalkan apapun Ibunya, tidak dipungkiri ia juga sangat menyayangi wanita itu.
"Mama ajarin matematika dong," pinta Arum saat teringat PR nya yang masih belum rampung, dan besok adalah hari terakhir mengumpulkan.
Bola mata bulat Ibu tiga anak itu membulat dengan wajah syok. Menunjuk dirinya sendiri. "Kamu minta diajarin sama Mama?"
Kepala Arum mengangguk pelan sebagai responnya.
"Hehe... Maap ya, Mamamu ini pinternya kebangetan sampe ga ngerti apa-apa."
Seketika wajah Arum langsung berubah datar, melengos kembali menatap televisi. Lebih baik besok ia mencontek kilat dari hasil kerja Sita saja.
*
Barra melihat mengamati setiap siswa berseragam putih-biru dan putih abu-abu yang berbondong-bondong keluar dari dalam gerbang. Tapi dari tadi gadis kecil yang dicarinya masih belum menampakan batang hidungnya.
Kenapa ia bisa disini? Bukannya Kakak kembar Arum yang menjemput gadis itu.
Jawabannya yaitu, kerena ia sendiri yang meminta pada kedua mahasiswa kembarnya itu untuk mengantikan menjemput Arum pulang sekolah.
Dirasa sudah cukup lama sosok Arum tidak juga menunjukan wajahnya, Barra pun turun dari mobil. Melangkah masuk ke dalam gedung sekolah itu.
Sampailah Barra ditengah lapangan, matanya menelisik kemudian terhenti pada seseorang yang dari tadi ia cari.
Gadis kecil itu sedang... Menyapu.
Kepalanya menggeleng, apa Arum di hukum?
"Arum..."
"Pak Barra!" pekik Arum kaget.
"Bapak ngapain ke sekolah Arum? Mau jemput siapa? Ada sodara di sini kah?" tanyanya beruntun."Saya jemput kamu," balas Barra.
Menaikkan sebelas Alisnya. "Dihukum?""Hehe... Tadi Arum ketahuan nyontek PR Matematika nih, jadi di hukum sama Bu Indri."
Lagi-lagi Barra dibuat geleng-geleng kepala. Sudah tidak heran jika mata pelajaran Matematika menjadi musuh di beberapa kalangan pelajar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arumanis
Teen Fiction[Sebagian chapter di privat, follow untuk membacanya] [ Sequel dari ' Suami Kampret!' ] Ini tentang Arum, Putri Bungsu dari sepasang Suami Istri bernama Alaric dan Qiana. Arum yang cantik, polos dan naif membuat sebagian laki-laki terjerat pesona se...