1. Arumanis

23.8K 1K 54
                                    

Terlihat disebuah rumah yang masih sama seperti beberapa tahun silam sedang terjadi keributan. Teriakan cempreng gadis dengan penampilan semrawut yang menuduh kedua Kakaknya menggema kencang di rumah itu. Sedangkan yang di tuduh bukannya kesal malah terkesan cuek.

"Bang, Kakak sepatu Arum di umpetin di mana?! Ih cepetan kasih tau, Arum mau sekolah!" teriaknya kembali dengan suara bertambah naik satu oktaf. Gadis itu mengubrak-abrik semua isi kamarnya.

Namun sayang, sepertinya si kembar Alano dan Alain tidak menghiraukan jeritan dan omelan Adik tersayang mereka. Bahkan mereka berani bersumpah kalau hilangnya sepatu yang di cari Arum tidak ada sangkut pautnya sama sekali dengan mereka berdua.

Dari dulu Arum memang pelupa dan teledor. Kalau sudah seperti ini, mulut tajam milik Arum yang sepertinya diturunkan langsung oleh Ibu mereka akan langsung menuduh orang satu rumah yang sengaja mengerjainya.

"Papa sepatu kesayangan Arum ilang," Arum yang sudah rapih dengan seragam putih birunya itu menatap Ayah nya berkaca-kaca.

"Ya udah nanti kita beli lagi aja," al melingkarkan lengan besarnya pada pinggang sang Putri. Membawa Putrinya ke arah meja makan. Di mana Istri dan juga si kembar juga sudah duduk menunggu mereka.

Mata Arum berseri-seri, dengan bibir pink tipis yang melengkung senyum manis. "Beneran ya Pah. Nanti Arum tagih janji Papa itu."

"Iya sayang," al menarik bangku. Mempersilahkan Putrinya duduk di sana. Kemudian ia berjalan ke arah sang Istri yang sedang mengambilkan makanan untuk dirinya dan juga anak-anak. Mengecup pelan pucuk kepala pendamping hidupnya.

"Arum mau di beliin sepatu baru sama Papah," gadis itu menjulurkan lidahnya songong ke arah dua laki-laki tampan yang berperan menjadi Kakak nya.

"Baru di beliin sepatu aja bangga. Kakak sama Abang aja biasa aja tuh pas dikasih hadiah mobil buat ngampus," balas Alain dengan senyum mengejek ke arah sang adik.

"Nanti Arum juga dibeliin mobil kalo udah gede."

"Mobil-mobilan," jawab Alano tanpa beban.
"Gedenya kapan? Orang bantet gitu badannya."

"Abang!" rengek Arum dengan wajah tertekuk masam. Mulut Abang nya itu memang sangat tajam. Membuat tangannya gatal ingin merobek bibir itu hingga terkoyak. Namun, ia cukup waras kalau berani melakukan hal itu.

"Faktanya gitu kan," santai Alano berdiri dari duduk nya. Mencium punggung tangan Ayah dan Ibunya.
"Berangkat dulu Pah, Mah. Aku mau jemput Nana."

"Bucin," sindir Alain mencomot satu paha Ayam lagi, lalu meletakkannya di piring.

"Nyinyir terus Kak. Bilang aja iri, Kakak kan jomblo basi,"

Alano tersenyum cerah mendengar pembelaan Adik perempuannya sedangkan Alain sudah menatap sebal Arum. Telapak tangan Alano mengacak rambut atas kepala Arum pelam. "Cepet tinggi secuil."

Wajah Arum merah padam dengan mata melotot kesal. "Mentang-mentang tinggi, ngatain Arum seenaknya. Arum sumpahin kepala Abang kepentok pintu!"

Sumpah serapah itu tidak dihiraukan Alano. Karena pemuda itu malah berjalan santai keluar rumah. Hidup tanpa membuat Adik perempuannya tidak kesal, sungguh membuat harinya hambar dan hampa.

ArumanisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang