14. Arumanis

6K 599 36
                                    

"Bang, gimana ceritanya Arum bisa deket sama Pak Barra?" alain menyikut lengan Alano.

Alano mengetok kepala kembarannya dengan sendok, lalu kembali memasukan satu sendok nasi goreng ke dalam mulutnya, mengabaikan rintihan tidak terima dari Alain.

"Sakit asu! Gue nanya, bukanya dijawab malah digetok."

Lagi-lagi Alano menyentil bibir kembaranya kencang, salahkan sendiri sudah tidak sopan saat berbicara kepadanya.

"Bang!" jerit Alain, mengguncang-guncang bahu Alano dengan kencang, namun sepertinya tidak menimbulkan efek apa-apa karena badan Ano tidak bergerak sedikitpun.

"Diem..." desis Alano akhirnya membuka suara.
"Lagian lo nanya kurang pinter banget, lo aja ga tau kenapa Arum bisa deket sama Pak Barra, apa lagi gue."

"Percuma nanya sama lo Bang, di otak lo isinya cuma Nana doang."

"Jelas dia pacar gue. Emangnya lo yang jomblo."

Alain kicep. Ia bisa saja kembali mencari gebetan. Tapi, masih ada rasa trauma dihatinya saat nanti ia memiliki pacar dan mengenalkannya pada Arum, nanti akan kembali tidak setuju kemudian berujung mereka perang dingin seperti sebelumnya.

No!

Itu tidak akan terjadi, lebih baik nanti ia langsung menikah saja dari pada harus melihat Arum mendiamkannya kembali karena berpacaran.

Mata Alano menatap kedua orang tuanya yang memilih menikmati nasi goreng dengan duduk lesehan dilantai, sesekali ia juga tersenyum kecil saat melihat wajah Ayah bersemu merah saat sang Ibu menyuapi makan.

Astaga, kenapa ia jadi ikut baper?

Lalu pandangannya beralih ke sepasang anak manusia di ruang makan. Dari sini ia bisa melihat wajah Barra serta Arum.

Bagaimana Arum makan dengan lahap, sesekali Arum juga terlihat mengoceh sampai membuat Barra menggelengkan kepala atau bahkan terkekeh singkat.

Ia jadi ingat Nana, kalau saja ini siang hari mungkin ia akan langsung main ke rumah sang pacar. Tapi, sayangnya ini malam hari. Bahkan sudah hampir larut malam.

"Sebel gue di sini!" ketus Alain membawa bungkus nasi gorengnya, kemudian masuk ke dalam kamar. Ayah dan Ibu nya berpasangan, Barra dengan Arum juga terlihat akrab sedangkan ia dengan Alano yang kakunya seperti kanebo kering. Sungguh menyebalkan.

"Ck! Baperan," decak Alano ikut kesal.

Dilain sisi Arum merogoh saku celananya, meletakkan uang berwarna biru kehadapan Barra, "Ini buat uang bayar permen kakinya, kalo masalah nasi goreng langsung minta ke Papa aja ya, Pak."

"Saya jajanin," ucap Barra kembali memberikan uangnya.

"Ga ah, masa di jajanin terus. Kan Arum jadi ga enak."

Jika dulu Qiana suka dengan yang namanya gratisan makan Arum lebih condong ke orang yang tidak nyaman kalau sudah sering diberi tanpa membayar.

"Ga papah."

"Ya, udah deh. Arum ga bakal mau lagi kalau di gratisin sama Bapak."

ArumanisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang