Alaric keluar dari kamar mandi rumah sakit, matanya langsung membulat saat memhetahui Arum sudah hilang dari atas ranjang pesakitan dengan selang infus nya tertinggal.
"Bang, Dek..." alaric mengguncang tubuh kedua Putra kembarnya tertidur posisi duduk di sofa.
Si sulung terbangun, mengusap kedua matanya. "Apa sih Pah? Aku masih ngantuk tau..."
"Ini, siapa... Duhh, maksudnya Adikmu ilang."
"Ilang?!" alano terkejut, menatap ranjang yang ternyata kosong. "Ko bisa?"
Al mendengus, memijat pangkal hidungnya frustasi. "Tadi Papa tinggal sebentar ke kamar mandi, tau-tau nya udah lenyap aja."
"Mama mana?"
"Keluar, katanya mau beli sarapan ke kantin rumah sakit."
Alano berdiri, sedikit membenarkan rambutnya yang acak-acakan. "Ayo Pah, cari Arum sekarang. Kalo Mama sampe tau Arum ilang, bisa di lempar bom atom kita."
"Yuk!" setuju Alaric.
"Dek, kamu ga ikut?"
Nyatanya kaum rebahan semacam Alain hanya menggelengkan kepalanya dengan lesu, matanya masih tertutup rapat.
Alano menatap sebal kembarannya. "Kita ga tanggung jawab ya kalo nanti Mama masuk ke sini nanyain kamu, kenapa kita semua ilang."
"Haiss... Kalo gitu mendingan aku ikut aja. Urusan sama Mama, lebih serem dari pada makan ga pake sup."
Ayah dan anak itu langsung ngacir keluar ruangan, berpencar menjadi tiga titik untuk segera menemukan kelinci nakal semacam. Arum.
*
Bukannya pergi ke kampus untuk mengisi kelas, Barra malah terlihat memutar setir mobilnya ke arah rumah sakit.
Rasanya ia sudah tidak sabar bertemu Arum, si gadis permen kaki.
Tanpa membutuhkan waktu lama, Barra sudah sampai di parkiran. Kakinya yang panjang melangkah dengan pasti ke lobi, di tangannya sudah terdapat bungkus parsel berisi buah jeruk.
Brukk...
"Pantat gue..." alain meringis, berniat memarahi orang yang menabraknya, "Kalo jalan hat- Pak Barra?!"
"Maaf, tadi saya terburu-buru."
Alain terkekeh canggung, apes sekali ia hari ini. Bangun tidur di paksa, disuruh berkeliling mencari Arum dan sekarang menabrak Dosen killer nya. Untung saja mulutnya bisa di kontrol tadi, kalo ia kelepasan berkata kasar, habis sudah imagenya di hadapan Barra, yang mungkin sebentar lagi akan menjadi Adik Iparnya.
"Kamu terlihat buru-buru, kenapa?"
"Itu Pak, Arum ilang... Yang lain juga lagi pada nyari, tapi belum ketemu juga."
Barra terkejut. "Biar saya bantu cari juga."
Alain menganga sambil melihat punggung Dosennya yang semakin menjauh, sepanik itu?
*
"Kok Arum ga pernah liat keluarga Kakak yah?"
Ivan menyeringai. "Mau matipun, mereka ga bakal peduli sama gue."
Arum mengerjap, refleks tangannya menepuk-nepuk punggung kokoh itu dengan lembut. "Cup, cup... Bayi gede ga boleh sedih."
"Setan lo!" sembur Ivan jengkel. Kembali memasukkan satu sendok bubur kacang ke dalam mulutnya.
Pertemuan kemarin sore di taman kini merembet membuat mereka semakin dekat. Bahkan ia memberitahu ruang kamar inapnya, dan ternyata Arum menghampirinya kemari.

KAMU SEDANG MEMBACA
Arumanis
Genç Kurgu[Sebagian chapter di privat, follow untuk membacanya] [ Sequel dari ' Suami Kampret!' ] Ini tentang Arum, Putri Bungsu dari sepasang Suami Istri bernama Alaric dan Qiana. Arum yang cantik, polos dan naif membuat sebagian laki-laki terjerat pesona se...