27. 2017 - Siapa, sih, Cewek Ini?

156 42 27
                                    

"Gimana kalo kita bikin film tentang cewek yang fanatik banget sama Korea?" Entah kenapa gue sangat bersemangat menyuarakan ide ini.

"Terus?"

Gue menatap ketua klub. "Dia suka semua yang berbau Korea. Musik, baju, drama, barang-barang. Tapi, juga suka ngebandingin-bandingin Korea sama negara sendiri. 'Kan sering tuh begitu di kenyataannya."

Dia mengangguk-angguk. Responsnya positif. Gue semakin menggebu.

"Dinasehati sama temen-temennya nggak mempan. Temennya sampe capek. Ya maksudnya, bolehlah nge-fans sama negara orang, tapi ya jangan nge-bully negara sendiri, dong. Mentang-mentang negara orang lebih oke. Dia aja masih tinggal di sini gitu, lho." Gue ngomong pake gaya Shinkansen alias ngebut, kemudian berhenti sejenak untuk menarik napas sebelum kembali tancap gas.

"Trus, dia mengalami serangkaian kejadian yang bikin dia sadar, kalo sebenarnya Indonesia tuh nggak seburuk yang dia kira. Sadar kalo banyak yang dia nggak tahu tentang negri sendiri. Oh, ternyata Indonesia tuh bagus, ya? Keren banget. Dia tersentuh. Baru deh, lama-lama, dia cinta sama negrinya."

"Kejadian kayak apa?" tanya Fira.

"Ya ... apa, kek. Bisa aja dia nggak sengaja liat berita tentang Indonesia di tv, atau liat postingan idolanya kalau mereka love Indonesia, atau ya ... bisa dipikirin lagi. Yang penting nggak ngejelek-jelekin Korea-nya. Cuman ngulik tentang," kedua tangan gue memperagakan dua buah tanda kutip, "Indonesia."

Gue nyengir kuda. "Gimana?"

"Bagus. Idenya bagus," Fira memuji.

'Kan .... Senyum gue semakin lebar. Hati gue berbunga-bunga.

"Tapi," Fira menatap gue takut-takut. "Rasis nggak sih, Mey?" tanyanya hati-hati.

Gue tersentak. Iya, ya?

"Soalnya bawa-bawa nama negara orang. Nggak mungkin 'kan kita nggak nyebut merk?" lanjutnya.

Iya, juga .... Masuk akal.

Tiba-tiba ketua klub menyeletuk, "Nah, tadi gue mau ngomong gitu." Tanpa rasa bersalah sedikitpun, dia cengar-cengir.

Kontan gue melotot. Agak kesal. Apa sih Pak Ketua ini? Kepengin kelihatan pintar? Kalo memang dari tadi dia kepengin bilang begitu, kenapa diam aja? Kenapa tadi malah ngangguk-ngangguk?

Gue jadi gondok.

"Ya trus kenapa tadi nggak ngomong?"

"Ya 'kan tadi lo lagi ngomong."

Idih! Jelas-jelas tadi ada jeda waktu gue narik napas, ya!

"YA KARENA LO DIEM AJA. LO NGANGGUK-NGANGGUK. KIRAIN UDAH SETUJU. PERCUMA DONG GUE NYEROCOS DARI TADI SAMPE AUS BEGINI."

Ketua klub malah melengos. "Ngomong salah, nggak ngomong salah. Memang cowok terus yang salah."

Anjrit! Mata gue makin nyalang.

"EH, MAKSUD LO APA?!"

Sekonyong-konyong bahu gue dirangkul Fira, lengan gue dicengkeram Rike. "Mey, Mey, Mey. Udah, Mey! Udah ...."

Ini kok gue dipegangin, sih?!

Billa ngakak.

"Sabar, Mey. Sabar." Fira mengelus-elus punggung gue sambil tertawa pelan.

Sadar kalau gue dikuasai emosi, perlahan gue mulai mengatur napas. Tarik, buang. Tarik, buang. Oke. Benar kata Fira. Sabar. Jangan biarkan ketua klub kunyuk itu bikin lo marah, Mey. Nggak guna lo marah sama celurut kayak dia. Oke? Santai-santai ....

Monosodium GlutamateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang