Oknum di balik peristiwa Juna yang mendadak punya nomor Whatsapp gue nggak lain dan nggak bukan adalah intel kita alias Kennyta. Mantan teman kosan gue itu mengaku kalau dia tiba-tiba mendapatkan pesan dari Juna, beberapa saat setelah dia sampai di rumah. Isi pesannya singkat, hanya begini:
Nit, minta nomor Mey sih
Dan Kenny, tanpa meminta izin gue, main kirim aja.
Sialan memang.
Bukannya gue nggak mau ngasih, sih. Tapi seandainya Kenny ngomong sama gue dulu, tentu nggak langsung begitu, dong. Nggak semudah itu. Gue pasti bakal nyuruh dia buat nanya kenapa Juna minta nomor gue.
Terus?
Udah. Gitu aja. Hehehehe.
Ya masa gue suruh tes CPNS dulu ....
Emangnya nomor gue nomor negara?
Topik pertama yang diangkat oleh si curut dalam percakapan kami di aplikasi hijau itu adalah tentang kuliah. Dia nanya gue lanjut ke mana. Padahal menurut gue topik itu enggak banget karena sebelumnya nama gue dan nama dia udah jelas tertulis di daftar anak-anak yang SNMPTN-nya tembus. Secara teknis seharusnya kami sama-sama tahu ke mana masing-masing akan bertolak.
Atau ... cuma gue doang yang memperhatikan?
Mungkin.
Kayaknya, ya?
Hmmm ....
Intinya kami berpisah karena kampus yang gue dan Juna daftari berbeda, berjarak beribu-ribu kilometer jauhnya. Makanya gue masih nggak ngerti kenapa dia tetap nekat minta nomor gue ke Kenny. Kek ... buat apa gitu lho? Kalau niatnya untuk pedekate, apa nggak sia-sia? Kalau niatnya ingin menjalin silaturahim, apa nggak bulsyit?
Gue tahu Juna pasti ngerti kalau gue ada roman-roman naksir sama dia, juga ngerti kalau kondisinya nggak memungkinkan. Tapi dia tetap mengitari gue, tetap 'keep in touch' sama gue. Dan buat gue, sejujurnya, ini nggak menggembirakan.
Jahat banget nggak sih dia ini?
Rasanya gue capek, tapi nggak bisa berbuat banyak karena faktanya gue juga masih suka. Apalagi ditambah libur berbulan-bulan yang ada di antara kelulusan dan tanggal ospek kampus. Makin nggak berdaya deh gue menghadapai godaan kebahagiaan sesaat ini.
Info aja, gue nggak liburan di rumah. Kampus gue ada di provinsi yang sama dengan rumah nenek gue dari pihak Papa, jadi gue di-drop di sana hingga kuliah masuk---terhitung sejak pertama kali gue ke kampus untuk verifikasi berkas fisik. Berhubung nenek gue ini sangat jauh dari kriteria nenek impian semua cucu sejagad raya, gue nggak betah. Hari-hari rasanya udah kayak di rumah mertua; ada ... aja yang dikomentari.
Gue yang berperan sebagai menantu-yang-selalu-salah, tentu membutuhkan pelipur lara biar nggak stres-stres amat. Menantu betulan mendapatkannya dari figur seorang suami, sedangkan menantu kiasan ini mendapatkannya dari sosok Juna.
Kira-kira begitulah latar belakangnya hingga akhirnya gue tersesat dalam kegoblokan 'menikmati dan menghayati' semua perlakuan si curut itu. Nggak, deng. Bukan perlakuan. Apa ya? Menikmati ketikan? Kami cuma berbalas pesan soalnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Monosodium Glutamate
Teen Fiction[COMPLETED] Semuanya berawal dari bunga mawar imitasi yang gue temuin dalam laci meja di Senin pagi kala itu. Bunga dari cowok yang gue lihat di perpustakaan sekolah. Sebagai cewek semi idealis yang kebanyakan mikir tentu mental gue nggak siap. Ini...