Sejak menonton 96 yang mengangkat problematika kenangan masa SMA, hidup gue jadi makin gloomy. Gue yang udah nangis bahkan saat film belum ada setengah jalan masih aja mengeluarkan air mata setelah film benar-benar selesai. Dua jam tersedu-sedan sampai teman sekamar gue bingung dan membiarkan gue larut dalam tangis konyol gara-gara sebuah film. Mata gue panas banget, bengkak atas-bawah, tapi gue tetap menangis. Peduli setan besok ada kuliah pagi. Sepenuhnya bodo amat dengan semengerikan apa bentuk muka gue nantinya.
Satu minggu awal gue rutin tonton film itu sehari sekali. Dan satu minggu itu pula mata gue overload produksi air mata, banjir di sana sini. Gue merenung, bengong, menangis, merenung lagi, bengong lagi, menangis lagi. Menyiksa diri sendiri. Gue tahu ini nggak baik, tapi lebih dari itu, ini harus.
Gue udah menduga kalau gue bakal jatuh cinta sama Juna di malam hari setelah pulang dari temu klub waktu itu, hanya saja gue nggak pernah mengira kalau bakal sejatuh ini, sejauh ini, dan selama ini. Benar-benar nggak pernah mengira. Ini udah masuk semester dua, lho. Setengah tahun lebih sejak gue lulus sekolah dan gue masih aja stuck sama si brengsek itu.
Gila.
Ini mesti dihentikan.
Gue nggak mau berakhir kayak Ram ....
Kalau dikalkulasi pun Ram masih mending hitungannya. Sampai akhir Janu masih suka sama dia. Masih punya rasa yang sama besarnya. Emang dasar keadaannya aja yang badjingan.
Lah gue?
Apa kabar gue?
Jangankan di tahun-tahun yang akan datang, sekarang aja perasaan si curut itu udah melalang buana entah ke mana.
Atau nggak malah lebih parah, masih tertawan sama Riana. Dia pernah ngaku begitu ke gue pas putus sama ... sama nggak tahu siapa dan yang ke berapa itu---dia pernah curhat ke gue semester lalu waktu ponsel gue belom ilang.
Nggak oke banget, 'kan?
Prospek rasa yang gue tanggung sendiri ini masa depannya udah pasti sangat suram, men. Ya kali mau gue mempertahankan. Mati muda gue bisa-bisa.
Astaghfirullah.
Gue jadi sering mengingat-ingat, kira-kira ada salah apa ya gue sama cowok-cowok di luar sana sampai gue jadi begini?
Pernah punya salah apa gue sama cowok yang dulu naksir gue sampai-sam---oke, banyak.
Salahnya banyak.
Banyak banget.
BANYAK, ALLAHU!
Bisa-bisanya gue masih nanya!
Sebut aja Revan dan Hanafi. Selama gue di Andalas, mereka adalah dua orang yang paling kena dampak dari sikap jahat gue ke lawan jenis.
Kayaknya.
Nggak tahu juga.
Gue nggak bisa melakukan pemeringkatan siapa yang paling terluka, sih.
Lha emang ada yang lain??
Emmmmmmmh ..., ya ... ada.
KAMU SEDANG MEMBACA
Monosodium Glutamate
Teen Fiction[COMPLETED] Semuanya berawal dari bunga mawar imitasi yang gue temuin dalam laci meja di Senin pagi kala itu. Bunga dari cowok yang gue lihat di perpustakaan sekolah. Sebagai cewek semi idealis yang kebanyakan mikir tentu mental gue nggak siap. Ini...