13. 2016 - Ketua Kelas IPA 5

171 49 3
                                    

Revan suka Charlie Puth.

Nggak, dia nggak serta merta berubah jadi homo meskipun sekarang sedang menjomlo, kok. Maksud gue, dia suka mendengarkan lagu Charlie Puth. Yah, dan Shawn Mendes juga. Dia sedang mendengarkan dua penyanyi ganteng itu sekarang. Kelihatan tuh dari listening-nya. Muncul di timeline BBM gue.

Ini ... nggak penting, nggak, sih?

Jelaslah. Orang gue cuma iseng doang. Namanya juga lihat-lihat timeline. Wajarlah kalau aktivitas Revan kelihatan. 'Kan sekontak. Eh, udah ganti Jason Miraz.

Mey ....

Apa?

....

Yaudah-yaudah gue ganti Display Picture aja.

Hanafi Sulistya P.

Ini webtoon apa?

Dia komen ava baru gue.

ENDEWE

Ohh ...

Gue baru ngeh. Hanafi ini ... siapa, ya?

Well, namanya nggak asing. Gue sering lihat di beranda. Kami udah satu kontak dari lama, tapi setelah dilihat-lihat lagi gue nggak kenal sama dia. Gue cuma tahu dia anak SMA gue. Soalnya dia pasang ava pakai baju adat khas peserta bujang-gadis utusan Andalas. Dan kayaknya gue kemarin-kemarin lihat dia upload foto kontes itu bareng kakak kelas di BBM.

Bau-baunya kakak kelas juga, nih. Duh, jadi nggak enak. Gue putuskan untuk nanya balik.

Kamu baca webtoon juga?

Kamu, hmmmmm. Sopan sekali adik kelas satu ini.

Nggak sih

He?

Trus kenapa nanya?

Nggak papa hehe
Lo bener-bener nggak kenal gue?

Yaelah, Kak. Artis bukan Anda ini?

Enggak.

Ih, gue ketua kelas 11 IPA 5

Lho? Seangkatan?

Ya emangnya gue kenal semua ketua kelas?

Kita pernah ngobrol tau wkwk
Lo beneran lupa?

Ini aneh. Super duper aneh. Gue bukan tipe orang yang gampang lupa dengan siapa gue bicara. Seenggaknya, gue akan ingat wajah atau namanya. Tapi, nggak, tuh. Gue nggak ingat siapa dia. Sama sekali. Asing banget mukanya.

Hanafi-Hanafi ini ngigau kali, ya?

Kapan kita ngobrol?
Gue nggak pernah maen ke IPA 5 loh

Pernah ...
Waktu bagiin soal ekonomi

Soal ekonomi? Gue mulai mengingat-ingat kembali. Memang gue pernah dapat kerjaan dari Pak Ekonomi untuk membagikan soal tiap minggu ke semua kelas anak IPA angkatan gue. Diberikan ke ketua kelas masing-masing kelas.

Gue lihat avanya lagi. Tinggi dan kurus.

Hm, bukan dia yang terima.

Tapi waktu itu yang nerima soal dari gue anaknya gendut
Lo ... diet?

Hahahaha bukan
Yang nerima soal emang bukan gue, tapi gue yang ngembaliin copy-an soalnya ke kelas lo

Gue berasa ditarik ke masa lalu, waktu semester satu.

"Mey ada yang nyari." Seseorang, entah siapa gue lupa, menunjuk dengan dagunya ke arah pintu kelas. Saat itu kelas gue pelajarannya lagi kosong, gurunya nggak masuk.

Gue berdiri buat nyamperin dua cowok tak dikenal yang berdiri di dekat pintu. Salah seorang diantaranya terlihat membawa beberapa lembar kertas fotocopy.

"Udah di fotocopy?"

"Udah. Nih, yang asli." Cowok itu memberikan lembar-lembar kertas itu ke gue.

"Okedeh. Makasih."

Setelah saling lempar senyum kaku demi etika dan sopan santun, dua-duanya cabut.

Gue tahu mereka sebenarnya nggak suka ketemu gue. Soalnya gue adalah cewek pembawa tugas ekonomi yang jumlah soalnya hampir menyaingi jumlah dosa. Hiperbola sih, namun nggak mengurangi esensi dari kalimat gue barusan. Jumlah soalnya memang bisa membuat hati menjerit alias inalilahi wainailaihi roji'un ... banyak banget! Pilihan ganda, isian, essai, mencocokkan, menjodohkan. Soal untuk satu bab pelajaran. Dan gue harus kasih tugas-tugas menyebalkan ini tiap minggu, setiap pelajaran ekonomi, berdasarkan jadwal masing-masih kelas; dari kelas gue sendiri IPA 1 sampai IPA 6.

Gue juga sebetulnya kepengin protes. Kenapa sih Pak Ekonomi ini memilih gue sebagai asistennya waktu beliau pergi haji? Kenapa? Nggak maksud, ih. Saya nggak kenal siapa-siapa, Pak. Kalo anak-anak kelas lain itu dendam kesumat sama saya gimana?

Gue lihat-lihat lagi lembar soal yang diberikan cowok tadi. Kemudian, menemukan ada kertas yang double. Waduh, anak IPA 5 itu pasti bawa soal yang yang sama, nih.

Gue melangkah. "Eh!"

Cowok-cowok tadi udah di depan kelas IPA 3. Mereka nggak mendengar panggilan gue.

"Woy! Anu," walah, gue nggak tahu namanya. "HEH!"

Mereka malah makin laju.

Ini gimana, sih, biar mereka bisa noleh?!!

"IPA LIMAAAAA!!!" Gue akhirnya teriak.

Berhasil! Berkat suara cempreng gue, cowok-cowok anak IPA 5 itu berhenti dan menengok. Tapi, gue nggak menyangka, kalau berkat suara cempreng itu juga, gue sukses jadi bahan tertawaan seluruh rakyat 10 IPA 2 yang sedang hening karena ulangan dadakan. Situasi menjadi semakin menyebalkan karena ternyata, setelah gue bicara sama dua cowok itu, nggak ada soal yang tertukar. Gue aja yang waktu itu kasih soalnya ada yang double. Brengshake banget.


Sekarang gue ingat. Hanafi adalah salah satu dari cowok brengshake tersebut. Yang budeg dan bikin gue merasakan malu berkepanjangan sama anak-anak kelas 10 IPA 2 waktu itu.

Ya Allah ... mau apa lagi cowok ini?



TBC

Monosodium GlutamateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang