Sembilan Juli 2010.
Pagi itu, terbangun menatap jam dan kalender yang menggantung di dinding .
Hari itu, hari minggu .."Tok.. tokk.. tokk.. " suara ketukan pintu sedikit keras dari balik kaamar .
"Siapa ? " Tanyaku, masih berat mata terbuka . Bertanya tanya sepagi ini siapa yang sudah datang dengan suara ketukan pintu yang begitu keras mengganggu gendang telinga, mencoba berdiri membuka pintu yang daritadi terketuk berkali kali.
"Diraaa!" Mataku terbuka lebar, melihat sosok laki-laki yang sedang marah kemarin ada didepannku. Ia membawa kue berwarna merah hati ditangannya.
"SELAMAT ULANG TAHUN." Teriak Dira dan Rani tersenyum menatap wajah ku yang masih lesuh karena belum cuci muka
"Ulang tahun? "Ku lihat wajah mereka dengan alis berkerut, terasa aneh ketika kita lupa hari dan tanggal lahir sendiri.
"Ah, belum nyambung nyaawanya nih." Ejek Rani kesal, seakan kejutan yang ia buat tak berhasil.
"Udah, tiup lilin dulu." Dira memeberikan kue tart dangan angka 17 diatasnya untuk ku tiup. Dengan senyuman senang didepan mereka lalu berjalan ke arah ruang tamu, duduk untuk menikmati kue tart blacforest merah dengan toping permen di atasnya.
Tanggal sembilan juli, di hari minggu. Meyenangkan buatku, genap usia ku tujuh belas tahun. membuatku harus berfikiran lebih dewasa lagi. Menyampingkan ego dan mendahulukan kebahagiaan ibu.
"Kringg " Suara dering telfon membuatku sedikit berlari, menghampiri asal suara itu.
"Selamat ulang tahun Rinjani." suara Dhani dari sebrang telfon, ku kira dia sudah tak peduli lagi denganku
"Dhani," ucapku, membuat kedua mata Dira mulai mengawasiku.
"Nanti keluar yuk." ajakan Dhani membuatku berfikir untuk meng iyakan mungkin ini terakhir kali, setidaknya aku menebus kesalahan setelah hari kemarin.
"Baik, siang ya." kuatur jadwal dengan Dhani. Laki-laki yang membuatku bingung dengan sikapnya.
"Yaudah, kujemput jam satu."
"Baik, ku tutup telfonya," kataku tersenyum sendiri, aku bagaikan anak bau ingus yang plinplan, kemarin marah sekarang baikan.
Berjalan senang ke arah Dira dan Rani duduk, mereka mengawasiku dengan tatapan aneh karena bibirku yang dari tadi senyum- senyum sendiri .
"Siaapa ?" Tanya Dira menyuapkan satu gigitan kue ke mulutnya
"Dhani." senyumku membuat wajah Dira sedikit tertekuk .
"Oh " hanya kata-kata itu yang terucap, wajahnya berapaling terus menghindar saat ku tatap.
Jam 12.30 ..
"Jam setengah satu, bentar aku ganti baju dulu," ucapku, sedikit berlari menuju kamar mandi dan bergegas bersiap untuk pergi dengan Dhani.
Kupakai baju dan rok merah, kurias wajahku dengan sedikit polesan make up natural membuat Rani dan Dira mengerutkan keningnya setelah melihatku keluar dari kamar.
"Cantik amat kak, mau kemana? " Tanya Rani melihatku dari atas sampai bawah .
"Mau pergi sama Dhani," jawabku sumringah sendiri, kulihat Dira tak terlalu memperhatikanku, dia duduk di depan Tv tanpa mau bertanya sedikitpun aku mau kemana bersama Dhani.
"Assalamualiakum." suara Dhani dari ambang pintu rumah
"Walaikumsalam, yuk " kugandeng tangan Dhani tanpa berpamitan dengan Rani dan meninggalkan Dira yang tetap melihat Tv tabung didepanya .
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Rasa
Teen FictionIni ceritaku, dimana kisah kasih terlarang di mulai. Entah, mengapa bisa terlarang. Mungkin karena aku jatuh hati kepada sahabatku sendiri, di saat aku sedang menjalin rasa dengan Dhani, laki-laki yang menyebutku "sayang". Hidupku semakin runyam. S...