schorsing Hari pertama

141 101 34
                                    

Pagi, matahari masih saja sembunyi di balik awan berwarna abu-abu. Sehingga bau hujan mulai datang bersamaan, membuat ragaku berat untuk bangun dari tempat tidur.

"Rinjani. Udah jam tujuh nanti terlambat!" Seru Ibu sedikit berteriak dari dapur.

"Iya Bu, sebentar,"jawabku sedikit berlari ke arahnya.

"Rinjani langsung berangkat ya bu,"ucapku sedikit tergesah-gesah, berlari ke teras setelah mencium pipi kanan Ibu.
Kakiku terhenti ketika melihat sosok laki-laki berdiri di samping motor kesayanganya. Ia tak memakai baju seragam seperti biasanya, hanya kaos berwarna biru tua dan celana jeans. Sedangkan, senyumnya selalu muncul saat berberapa orang menyapanya.

"Dira!"seruku senang ketika ia sudah berada di depan rumah untuk menjemputku.

"Pasti rindu aku ya,"ucapnya percaya diri.

"PD banget!" Pelikku, tak ingin dia tau jika aku benar rindu semalaman.

"Mau kemana pagi-pagi?"tanyanya sembari menatapku.

"Ke sekolah, emang mau kemana lagi."tatapan ku seakan mengundang tawa kecilnya. Bahkan, ia tak berhenti meskipun sudah ku tepuk pundaknya.

"Serius banget. Mau ikut aku?" Ajaknya.

"Nanti Ibu marah. Kalau tau aku bolos lagi!"

"Ya, jangan bilang Ibu dong. Biar ngga ketahuan,"ucapnya sedikit menggoda, membut wajah penasaran menatapnya.

"Bentar, mau kemana dulu." Cecarku dengan alis berkerut, menatap wajahnya seakan ada yang ia sembunyikan.

"Naik,"ucapnya menyuruhku naik ke atas motor. Lalu bergegas meninggalkan rumah sebelum Ibu keluar dengan perasaan curiga.

Satu hari yang mendung, ketika Dira datang dengan rindu yang nampak jelas dari wajahnya. Ia, membawaku pergi dengan motor kesayanganya.
Berkendara jauh untuk menghirup oksigen yang embun pagi hasilkan. Setidaknya paru-paruku juga gembira hari itu.

"Aku tau, kita mau ke danau ya!" Seruku, membuat senyum di bibir saat melihat hamparan kebun teh yang berjejer rapi menyambutku.

"Iya," jawabnya singkat.

"Mau ngapain kesana?" Nadaku tampak antusias dengan manik mata yang terus menatap wajahnya dari balik spion.

"Lihat aja nanti!" Gumamnya, mungkin ia kesal untuk pertanyaan yang ku ucapkan sudah berberapa kali.

Sesampainya di danau, ia memberhetikan motor tepat di depan warung kecil yang memang di sediakan untuk menjadi tempat parkir. Aku pun turun dengan seragam putih abu-abu yang masih ku kenakan, menunggu Dira datang aku berjalan di depan lebih dulu.

"Kita mau ngapain?"Tanyaku penasaran

"Mau makan,"jawabnya dengan wajah datar.

"Mana makanananya." Tatapku, melihat meja yang kosong. Hanya ada piring dan gelas berisi jus jeruk.

"Duduk aja,"ucapnya, menarik kursi dan mempersilahkanku duduk.

Aku menunggu, manik mataku tak lepas dari lilin yang menyala di tengah meja, lilin panjang dengan penyangga tigq kaki. Lalu, kabut datang dengan dingin yang ia bawa. Sedangkan ia hanya menatapku dengan berpangku tangan menompang pipi.

Tak lama, datang seorang pria paruh baya dengan dua mangkok mi rasa Kari ayam di nampan stenlist yang ia bawa. Aku, hanya tersenyum melihat meja romantis yang Dira buat. Meski, hidangannya hanya mi instan bukan makanan berkelas seperti di restorant.

"Ini mie nya mas," ucpanya.

"Makasih kang,"balasku bersamaan dengan Dira.

"Mie rebus?"tanyaku dengan tatapan aneh ke arahnya.

Tentang Rasa  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang