Dira, anak laki laki itu masih saja cuek

120 87 36
                                    

Aku pulang dengan rasa marah, mungkin Dira juga begitu .
Bagaimana bisa dia mengacuhkanku demi perempuan masa kecilnya itu. Saat tubuhku sudah lelah, aku bersiap untuk tidur setelah membersihkan diri.
Kugantungkan kaki ditembok seperti biasa, mengingat sikap Dira tadi yang mengikutiku hingga rumah, dia bisa saja tinggal di sana jika memang Dira bukanlah laki laki yang baik.

"Rinjani, makan dulu." Ibu mengetuk pintu kamar, membuyarkan lamunanku tentang Dira yang mengantarku sampai rumah walaupun dia sebetulnya juga marah.

"Iya Bu," aku keluar kamar dan berjalan ke meja makan bersama Ibu.

"Wah makan enaak,"ucapku melihat  ayam bakar setengah gosong di atas meja.

"Iya dari Dira." Ibu mengambilkanku sepiring nasi dan sepotong dada ayam dengan sambal di atasnya

"Dira?" Ku tatap Ibu dengan alis berkerut.

"Iya Dira, tadi kesini bawa ayam bakar ini." Ibu tersenyum, melihatku melahap ayam hingga tak tersisa di piring.

"Kirain udah pulang,"

"Katanya oleh-oleh dari neneknya, soalnya kamu pulang ngga pamit." sindir Ibu yang melirikku, manik matanya sedikit marah menatapku.

"Iya, besok Rinjani telfon neneknya untuk minta maaf Bu."

"Ibu kan selalu ngajarin untuk pamit, Rinjani."Suara Ibu meninggi, melirik kesal ke arahku.

"Maaf bu, tadi Rinjani marah sama Dira. Jadi pergi gitu aja," kepala ku menunduk, melihat kaki meja makan yang tak asyik. Menghindari kontak mata dengan Ibu.

"Kan baru baikan. Kok marahan lagi? "

"Panjang banget ceritanya Bu. " kupercepat makanku agar ibu berhenti bertanya, kembali mengunyah sisa makaanan yang ada di piring.

Setelah selesai, aku duduk di ruang makan sambil menikmati secangkir coklat panas, ku lihat jam masih menunjukan pukul delapan malam, masih belum terlalu malam untuk tidur.

"Dira kenapa ngga telfn ya," lirikku ke arah jam dinding yang terpasang  di tembok.

Malam sudah semakin larut, hujan turun membuatku kembali kekamar menikmati kasur dan rasa kantuk yg datang menyerbu.

Besok hari senin, Dira dan Dhani sudah selesai masa skosing. Mereka akan kembali ke sekolah, rasaku menemuinya setiap hari akan serasa berat. Sepertinya aku menghawatirkan apa yang tidak perlu ku khawatirkan tentang mereka berdua.

°°°°

Pagi menyisakan genangan karena hujan yang deras semalam, membuat bau embun masuk ke dalam kamar, membangunkanku dengan kelopak mata yang berat untuk terbuka.

"Pagi bu," sapa ku melihat ibu duduk dimeja makan. Ia menyiapkan roti isi selai kacang dan Cokalat. Untuk ku bawa sekolah

"Buat Rinjani Bu?"

"Bukan, nanti kasih Dira."

"Baik Bu."

"Ingat. Jangan dimakan sama kamu." Cecar Ibu dengan tatapan tajam ke arahku.

"Siap Komandan. Rinjani berangkat." Ku kecup kedua pipi Ibu lalu beranjak pergi meninggalkan Ibu.

"Naik angkutan aja, Dira katanya masih marah. Dia ngga akan jemput kamu."teriak Ibu dari tempat ia duduk saat aku sudah di ambang pintu.

"Iya tau Bu, Dira anak Ibu. Ngadunya ke Ibu," pelikku. Sedangkan Ibu hanya tersenyum dari tempatnya duduk.

Lama ku tunggu angkutan hijau yang mengarah ke sekolahku, tampaknya aku berangkat terlalu pagi. Sehingga masih sedikit angkutan yang lewat.
Membuatku duduk dengan kaki memanjang, aku tak peduli dengan debu yang berterbangan. Hanya saja aku masih menunggu Dira datang.

Tentang Rasa  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang