malam yang gelap

72 44 12
                                    

"pagii," Sapa Dira membangunkanku, cahaya matahari mulai menembus jendela kaca besar dikamar membuatku harus terbangun dari nyenyaknya tidur .

"Pagi, kita ngga sekolah?" kataku terbangun dari tempat tidur menatap jam di dinding menunjukan pukul delapan pagi.

"Udah telat," jawab Dira begitu santai nya.

"Sekarang senin. Ibu pulang hari ini ," ucapku bergegas bangun dan menuju kamar mandi.

Setelah selesai mandi, berjalan ke ruang makan. Aku melihat Dira sudah duduk disana dengan dua piring omlet telur daging dan dua gelas susu.

"Kamu yang nyiapin semua?" Tanyaku kagum, lalu duduk disamping Dira

"Iya, cepet makan habis itu kita pulang."

"Motornya udah bisa? " Tatapku, sambil memakan sepotong daging

"Sudah." seyumnya seperti ada yang ia sembunyikan.

"Hmm, jangan-jangan kamu sengaja ya bilang habis bensin?" Kataku melihat wajahnya serius, Dira hanya tertawa kecil tanpa menjawab pertanyaanku.

Selesai sarapan pagi Dira mengajakku ke balkon atas, menggandeng tanganku erat dengan kaki menaiki tangga kayu yang sudah sedikit usang. " Mau kemana ? " Tanyaku, hanya mengikuti langkahnya dengan hati- hati.

"Kado buat kamu." senyumnya, menunjukan dekorasi bunga dan balon berwarna merah terpasang disetiap sudut ruangan .

"Buat aku ?" Tanya ku kagum, lalu Dira memberiku hadiah berbentuk kotak dari belakang tangannya, dengan rasa penasaran ku buka perlahan kotak merah yang berisi kalung emas putih bergambar hati kecil .

"Suka?" Tanyanya, ia tersenyum sembari memakaikan kalung dileherku.

"Bangeet, makasih Dira. " kupeluk tubuhnnya erat, bibirku tak berhenti seyum- senyum sendiri melihat kalung hati yang begitu bagus sudah melingkar dileherku.

"Sama-sama." senyumnya, merangkulku duduk di balkon.

"Kapan kamu nyiapin semua ini ?" Tanyaku penasaran, karna dari kemarin Dira bersamaa ku disetiap Waktu, kecuali tadi malam saat aku terlelap.

"Tadi malam, ya sekitar jam dua. "

"Kamu ngga tidur buat nyiapin ini semua?" Ku tatap wajahnya dengan siluet hitam sedikit tebal di bawah matanya, Dira hanya menggangguk memberi senyumannya yang manis.

...
Siang sudah tampak begitu terik, membuat matahari sudah bersinar terang tepat diatas kepala menandakan waktu sudah terlalu siang dan harus bergegas pulang.

"Pulang yuk," ajak Dira menggenggam tanganku menuruni tangga dan mencari pak No untuk berpamitan .

"Pak No, kami pulang ya." Pamit ku sembari berjalan menuju halaman tempat motor Dira terparkir .

Motor berlalu menapaki jalanan berbatu membuat laju motor sedikit melambat, aku hanya melihat sekeliling, melihat hamparan kebun teh dimana mana, melihat gunung tinggi menjutai, kabut masih menemani selama perjalanan kita.

Motor berlalu menapaki jalanan berbatu membuat laju motor sedikit melambat, aku hanya melihat sekeliling, melihat hamparan kebun teh dimana mana, melihat gunung tinggi menjutai, kabut masih menemani selama perjalanan kita

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Tentang Rasa  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang