Malam itu, setelah seharian ku menunggu lampu menyala, setelah berberapa saat tidur di pangkuannya. Waktu sudah berlalu terlalu cepat. Iya, lima bulan lalu dan sekarang aku sudah ada dikelas dua belas. sedangkan Dhani mulai sibuk dengan dunia kuliahnya.
Entah mungkin dia bertemu dengan berberapa gadis di sana.
Semenjak raut wajahnya keluar dari rumah saat Ibu datang melihat ku dan Dira, ternyata sudah berbulan bulan lalu.Seperti masih hari kemarin, Dira lari begitu meninggalkanku dengan segudang cecaran argumen Ibu yang membuat jantungku berdetup kencang, membuat semua pikiranku bercampur aduk seperti kebiasaanku makan bubur .
"Rinjani !! " Panggilan Ibu menghamburkan lamunanku dan segera menghampiri ketua suku di singgasanahnya.
"Iya Bu." ku atur nafas, sedikit terengah-engah melihat ibu yang terlihat khawatir
"Om mu." kata kata nya terhenti dengan isakan tangis yang terbata bata, sepertinya mencoba untuk menguatkan diri untuk beebicara
"Om Nono bu ? " Ku lihat wajah ibu dengan serius .
"Iya, om meninggal." Ibu sudah kehilangan tante er, sekarang om Nono hanya hitungan bulan setelah tante Er meninggal.
"Inallilahiwainalilahirojiun " ku tatap wajah Ibu yang berlinang air mata, mencoba menguatkan ibu yang mungkin sekarang lagi hilang arah.
"Ibu sama Rani mau ke kalimantan mungkin satu minggu. " Ibu meninggalkanku yang masih terpaku lalu memanggil Rani yang sedang berkemas dikamar .
"Bu, Rinjani ikut." ku hentikan langkahnya
"Rinjani, kamu udah kelas tiga fokus sama sekolah yang sebentar lagi usai," Ibu melanjutkan langkahnya menuju kamar Rani, sebetulnya membuatku iri dengan adikku satu-satunya yang masih duduk dikelas satu SMA.
"Rani, sudah siap. Pesawat berangkat jam sebelas siang, kita harus ke bandara !" Seru Ibu hanya berkali kali melewatiku, tanpa mau tau wajahku terlihat cemberut iri.
" Iyaa bu, ini sudah selesai " Rani keluar kamar dengan kopernya, sedangkan Ibu masih saja sibuk dengan bekal yang ingin ia bawa nanti.
Ibu dan Rani sudah bersiap di ambang pintu, menunggu taxi yang sudah kupesan.
"Rinjani, Ibu pergi agak lama jaga diri baik- baik ya !" Ibu memperingatkanku. Maklum, anak perempuan sangat berharga di mata Ibu.
"Siap bu !" Seru ku mencoba membujuk Ibu agar lebih tenang dan percaya.
"Awas, sampai Ibu terima laporan lagi!" Tatapnya serius memandangku. Ia tak berhenti menyipitkan matanya, tandanya Ibu benar-benar belum percaya denganku .
"Bu, taksinya sudah datang." Ku giring tubuhnya keluar dari rumah, membuat ibu mau tak mau berhenti mengomeliku dan segera masuk kedalam taksi .
"Rinjani, ingat ya !"
"Siap bu, Ibu baik baik disana ya." Ku lambaikan tangan lalu hanya tersenyum melihat taksi yang membawa Ibu berlalu pergi meninggalkanku yang siap-siap berangkat sekolah.
Kutunggu Dira seperti biasanya, sudah tiga bulan berlalu setelah Dhani benar benar terasa menjauh dari kehidupanku, Dhani yang dulu bukan Dhani yang sekarang, setiap pagi dia bisa menelfonku, bahkan malam juga, belakangan ini Dhani hanya menelfonku dua hari sekali. Bahkan hanya seminggu sekali, aku tak bisa memaksanya kembali seperti dulu, dia sekarang sudah berada di dunianya, bersama teman baru nya.
Waktuku bertemu hanya pada hari minggu, itupun ketika Dhani benar-benar ada waktu luang, mungkin sekarang baru ku rasa setelah berberapa bulan Dhani menjauh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Rasa
Teen FictionIni ceritaku, dimana kisah kasih terlarang di mulai. Entah, mengapa bisa terlarang. Mungkin karena aku jatuh hati kepada sahabatku sendiri, di saat aku sedang menjalin rasa dengan Dhani, laki-laki yang menyebutku "sayang". Hidupku semakin runyam. S...