Sesampainya dirumah, Dira masih menungguku duduk didepan teras sembari bercanda dengan Rani .
"Dira ?" Tatapku, melihat Dira yang masih di rumah. Ia duduk sambil menghisap sebatang rokok.
"Udah pulang ?" Tanya Rani melihatku bergandengan dengan Dhani.
"Kalau belum, aku ngga akan ada disini." jawabku, namun pandangan ku tetap melihat Dira dengan santainya mengehembuskan asap rokok sambil duduk mengangkat kaki.
"Dir." sapa Dhani, Dira hanya tersenyum menyeringai lalu meminum segelas kopi hangat didepannya.
"Dir, kok gitu," ucapku menggerutu melihat tingkah Dira saat Dhani menyapanya .
"Ga apa-apa Rinjani." Dhani hanya memberi senyuman ke arah ku.
"Mau masuk ?" Tawarku, menarik tangan Dhani masuk kedalam rumah
Aku dan Dhani bencengkrama diruang tamu, sedangkan Dira duduk sendiri di teras, ku lihat bola matanya tak lepas memperhatikanku, sepertinya sudah empat batang rokok terbakar semenjak aku datang.
"Aku pulang dulu ya, udah mau magrib." pamit Dhani, lalu kuantar Dhani hingga gerbang dan melambaikan tangan dengan senyuman yang mengembang.
"Dir, ngga masuk?" Tanyaku melihat gelas kopi Dira yang sudah kosong.
"Nanti, aku masih mau disini." kujawab hanya dengan anggukan, lalu pergi meninggalkan Dira diteras untuk membersihkan diri.
Setelah selesai mandi, adzan magrib berkumandang menyuruhku untuk cepat-cepat shalat bersama Rani yang sudah menungguku di musholah rumah.
"Eh, Dira kenapa. Apa dia sudah dari pagi disini?" Tanyaku berbisik ke Rani
"Iya, dari pagi katanya mau nunggu kakak pulang, takut diapa-apain sama kak Dhani," jawab Rani berdiri untuk memulai shalat .
Setelah shalat kuhmpiri Dira yang masih saja duduk diteras, sambil memetik gitar dan sedikit bernyanyi liirih.
"Ngga shalat ?" Tanyaku membawakan Dira segelas coklat panas
"Udah, tadi di masjid." jawabnya singkat tanpa melihatku, lalu bermain lagi dengan gitarnya .
"Marah?" Tanyaku
"Aku?"
"Iya."
"Buat apa marah?" Senyumnya menyeringai tanda ada yang disembunyikannya dariku, membuatku diam lalu memandang langit yang cerah berwarna biru .
"Mau ikut aku?"
"Kemana?" Tanyaku balik melihat Dira yang sepertinya lagi tidak enak hati.
"Sudah ikut aja, bisa ?" Aku hanya mengangguk, bergegas mengambil jaket dan berpamitan ke Rani.
Menaiki motor ke arah bukit, melewati hamparan kebun teh ditengah gelapnya malam. Berberapa lampu jalan terlihat redup tak terawat.
Jalanan berbatu seperti ke arah desa, melewati hamparan pohon pinus tinggi menjulang membuatku bertanya tanya, kemana Dira akan membawaku waktu itu. Bahkan, malam sudah terlalu larut untuk siswi sepertiku berpegian ke luar rumah.
"Dir, mau kemana ?" Dira hanya terdiam tak menjawab sepatah kata aapapun, tak lama berkendara sampai disebuah bangunan ditengah hutan pinus, sedikit lampu untuk menerangi.
"Kita dimana ?" Tanyaku sedikit takut sekaligus. Namun rasa penasaran terus menyerbu pikiran, manik mataku tak lepas melihat sekeliling dipenuhi pohon dan gelap.
"Ikut aja," jawabnya, ia menggandeng tanganku, menuju bangunan dengan satu teleskop bintang lumayan besar di balkon
"Indah." Kulihat kagum sekeliling, dibelakang rumah ada pemandangan lampu kota yang menakjubkan, dikelilingi tumbuhan hijau dan suara serangga malam .
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Rasa
Roman pour AdolescentsIni ceritaku, dimana kisah kasih terlarang di mulai. Entah, mengapa bisa terlarang. Mungkin karena aku jatuh hati kepada sahabatku sendiri, di saat aku sedang menjalin rasa dengan Dhani, laki-laki yang menyebutku "sayang". Hidupku semakin runyam. S...