Matahari menampakan wajah cerianya. terang membuat cahaya disudut awan .
Aku bersiap pergi kesekolah, wajahku tak seceria hari kemarin karena aku harus bertemu Dhani dan lagi-lagi aku akan berhadaapan dengan rasa kecewa saat melihat wajahnya .Hingga akhirnya aku mulai mengabaikan Dhani di pikiranku. Berusaha menata semangat agar langkahku lebih mudah untuk ke sekolah.
Jam sudah menunjukkan pukul 6 pagi. Membuatku bergegas ke Dapur. Setiba nya di sana aku melihat sarapan sudah tertata rapi di depanku, bahkan di saat lamunanku hanya menatap dengan pandangan kosong ke arah luar pintu.
"Kenapa, Pagi-pagi udah badmood aja," tanya ibu setelah sekian detik mengamati wajahku yang tertekuk.
"Males ketemu Dhani bu." jawabku
"Kenapa lagi sama Dhani? " Ibu memandangku dengan alis berkerut ke atas. Mungkin bukan sekali dua kali aku bertengkar denganya. Selama 8bulan menjalin kasih, mungkin sudah ratusan kali aku menangis karena laki-laki itu.
"Malas aja bu,"ucapku dengan tatapan malas, hanya tanganku saja yang mengaduk-aduk nasi di piring.
"Masa karena Dhani ngga mau sekolah?" Sindir ibu, mungkin memang perlahan aku harus berdamai dengan hati. Agar, sisa masa remaja ku tak terlalu larut dalam asmara.
"Iya bu, Rinjani semangat sekolah kok," ucapku sembari mengepalkan tangan, tetapi raut wajahku tetap saja tertekuk.
"Yaiyalah bu, ada pangeran kuda putih."celetuk Rani yang tiba-tiba datang dan duduk di samping Ibu.
"Siapa kuda putih?" Tanya ibu penasaran
"Bukan kuda putih bu, tapi pangeran berkuda putih." Rani memperjelas kata-katanya.
"Kayak negri dongeng aja." Pelik Ibu menahan tawanya.
"Udah ah, ngga usah dibahas lagi," ucapku lalu bangkit dari tempat duduk dengan tatapan tajam ke arah Rani.
"Calon mantu ibu, kak Dira." Bisik Rani, kata-kata yang dekat dengan daun telinga Ibu.
"Si pelawak?" Ucap Ibu yang tak bisa menahan tawanya.
"Kok, pelawak si bu,"nadaku sedikit kesal.
"Dira, gemesin." Tiba-tiba tangan Ibu mendarat di kedua pipiku.
"Udah ah, Jani mau berangkat." Ku kecup ke dua pipi Ibu bergantian. Sedangkan Rani sudah berada di depan lebih dulu.
"Tuh kuda putihnya udah datang." Teriak Rani dari halaman, membuatku bergegas menyusul Rani. Melihat Dira, pangeran Kuda putih ku menunggu di depan pagar.
''Hai Dir." Sapaku, hingga membuatku tak melihat tubuhnya bersandar di pagar yang ku buka.
"Eh," jawab Dira yang hampir saja jatuh ke belakang
"Disapa kok cuma bilang Eh."
"Kaget tau, mau jatuh nih. " Bibirnya menggerutu kesal, dengan tangan berpangku di pinggang.
"Iya maaf ."
"Yaudah, berngakat?"tanya nya
"Kemana?"tanyaku balik
"Masih kurang libur tiga hari?"
"Mungkin aja kamu mau ngajak kemana gitu,"ucapku dengan tawa kecil di bibir
"Ogahh, entar aku dimarahin ndoro putri," ucapnya sembari memakaikan helm dikepalaku dan tersenyum menyambut pagiku yang menyenangkan.
---🌻🌻🌻---
Aku dan Dira mulai menyusuri jalan. Bergelut dengan suara gemuruh kendaraan, membuatku teringat akan Dhani. "Ah, apa harus bertemu dengan laki-laki itu!" Gerutuku.
"Apa?" Tanya Dira mendengar gumamanku yang lirih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Rasa
Novela JuvenilIni ceritaku, dimana kisah kasih terlarang di mulai. Entah, mengapa bisa terlarang. Mungkin karena aku jatuh hati kepada sahabatku sendiri, di saat aku sedang menjalin rasa dengan Dhani, laki-laki yang menyebutku "sayang". Hidupku semakin runyam. S...