apa yang tak kusuka dari Dira.

170 117 54
                                    


"Rinjani, ada telefon." teriak ibu.

"Sebentar Bu, " jawabku, bergegas ke ruang tengah. Setelah melakukan shalat Maghrib.

"Halo,"jawabku

"Wallaikumsallam,"suara dari sebrang telefon. Dira, laki-laki itu mengajarkanku untuk menggunakan kata salam daripada ucapan Hallo

"Iya, assallamuallaikum,"sambungku

"Tadi diantar siaapa?" Tanya Dira.

"Dhani."

"Sudah baikan?"

"Belum."

"Oh." Tidak seperti biasanya, ia menelfon dengan nada datar. Tanpa mau menimpali perkaataanku untuk melanjutkan percakapan.

"Kok cuma'Oh'."

"Gpapa,"ucapnya singkat.

"Yaudah ku tutup." Cecarku kesal. Membanting ganggang telefon ke tempatnya. Lalu, duduk di samping Ibu yang asyik menonton TV tabung di ruang tengah.

Jam 19.00 malam.
Saat sedang seru-serunya menonton tayangan sinetron ke sukaan Ibu. Datang suara ketukan pintu dari luar. Aku, Ibu dan Rani saling tatap. Hari sudah malam, siapa yang bertamu dengan suara laki-laki di balik pintu.

"Assalamu'alaikum,"seseorang menyapa dengan suara serak, tiba-tiba datang menampakan wajahnya.

"Waallaikumsallam," jawabku beranjak membukakan pintu.

"Dira."

"Hai,"sapa nya

"Baru ku tutup telefon, sudah ada di sini"

"Iya, tadi aku telefon di wartel seberang Gang,"ucapnya seraya memberiku plastik isi buku

"Buku, buat apa?"

"Buat di baca. Masa buat di bakar,"ucapnya ketus.

"Sudah tau, aku ngga suka baca. Bawa makanan atau Starbuck gitu."cecarku, dia hanya memasang wajah kesalnya dengan tubuh bersandar di daun pintu rumah.

"Yaudah, aku pulang!"serunya. Ia hanya melirik tajam ke arahku.

"Tunggu!" Ku tarik lengan bajunya, lalu ia berhenti dengan helaan nafas panjang ke arahku.

"Kenapa?"

"Jangan marah. Ayo, jalan-jalan." Tatapku dengan wajah memohon.

"Kemana?"

"Makan bakso. Tuh yang di ujung gang."

"Yaudah, pamit Ibu dulu."

"Bu, Dira sama Rinjani makan bakso di ujung gang ya,"ucapnya.

"Iya, Rani juga mau kata nya." Teriak Ibu dari ujung dapur.

Aku hanya memandangnya, raut wajah kesal yang berubah jadi senyuman mengiringi langkahku menuju halaman, dimana motor Dira terparkir.

"Mau ngapain?" Tatapku, ketika melihatnya bersiap di atas motor.

"Makan bakso kan?"

"Jalan aja. Olahraga," ucapku. Dengan memperagakan gerakan berlari ditempat.

Langkahku menuju jalanan yang sunyi. Mengamati malam yang dingin. Sedangkan, kakiku  berirama menghindari  genangan berwarna coklat bekas hujan tadi siang.

"Gimana Dhani?"Tanyanya, wajahnya memandangku dengan raut penasaran.

"Tadi aku diantar Dhani, yaudah gitu aja."

"Terus, kamu mau?" Gumamnya.

"Terpaksa."

"Kenapa terpaksa." Tatapnya dengan dua alis berkerut kebawah.

Tentang Rasa  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang