(11) Kenapa?

11.1K 689 16
                                    

JANGAN LUPA VOTE AND COMMENT
HAPPY READING

"Ngapain harus takut sama cewek kayak, lo?"

Bukan. Bukan Vanilla yang membalas. Tapi, seorang cowok yang ada dibelakang Vanilla.

Vanilla terkejut saat melihat pemilik suara itu adalah cowok yang dekat dengan Naya.

Senyum sinis terbit dari bibir Vanilla. Matanya memandang Vinta remeh, "Nah, kan, kata dia aja, buat apa takut sama cewek kayak, lo?" Vanilla menekankan kata terakhir dalam kalimatnya.

"Cewek kayak, lo, kalau enggak di basmi malah makin ngelunjak. Sama kayak hama." Lanjutnya

Tangan Vinta mengepal kuat. Kalau sudah ada cowok itu, mana mungkin ia bisa berkutik.

"Lo selamat kali ini!" delik Vinta seraya menunjuk serta menatap Vanilla tajam.

Kemudian, ia berlalu meninggalkan tempat itu.

Sembari bersedekap, Vanilla tersenyum penuh kemenangan memandangi punggung Vinta yang kian menjauh. Apalagi, saat wajahnya berubah pias tadi.

"Vanilla," suara Erika menginterupsi kegiatan Vanilla, "kita duluan, ya?" katanya lagi, langsung dibalas anggukan oleh gadis yang tengah bersedekap.

Setelahnya, seluruh anggota PMR meninggalkan Naufal dengan Vanilla di lorong UKS.

"Kayaknya, kita belum kenalan secara resmi," ucap Naufal sembari mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan.

Vanilla melirik tangan tersebut, "Lo udah tau nama gue, dan gue udah tau nama lo. Jadi, enggak perlu kenalan lagi." Balas Vanilla datar.

Naufal tersenyum kecut. Lantas, ia memundurkan tangannya, "Kayaknya, lo, bukan tipikal cewek yang suka basa-basi."

"Ngapain basa-basi. Enggak penting dan memperlama waktu."

"Ck, sama, dong, kayak Naya."

Bedalah, Bambang! Naya kutub. Gua gurun. Apanya yang sama?!

"Udah, ya. Makasih udah belain gue. Gue mau ke kelas dulu sebelum guru mata pelajaran masuk." Vanilla menyudahi percakapannya yang dibalas anggukan oleh Naufal.

Kemudian, ia melangkah pergi menuju kelasnya.

*****

Kelima inti anggota Arevas sudah berada di Kedai Engkong. Mereka tengah mengepulkan asap di bagian atas Kedai. Bukannya mereka tidak mau merokok dibawah atau tidak mau berbaur dengan anggota yang lain. Tetapi, di tempat ini, mereka merasa tenang tanpa adanya gangguan suara-suara riuh dari anggota lain. Tempat ini juga menjadi saksi atas segala keluh kesah mereka sejak dulu. Jadi, mau bagaimana lagi, mereka sudah nyaman di tempat itu.

Sang ketua Arevas tengah sibuk mengamati fasilitas yang telah dirusak oleh Morgana.

"Bar. Kita buat sumbangan aja. Supaya, fasilitas yang dirusakin sama Morgana bisa bener lagi," Usul Popon seraya berdiri. Ia paham apa yang tengah di pikirkan oleh Ketuanya. Kemudian, ia duduk di sebelah Albar, "semoga aja, Engkong bakal terima sumbangan dari kita."

ALBARES MADAGASKAR (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang