(38) Maaf

6K 366 4
                                    

JANGAN LUPA VOTE AND COMMENT.

HAPPY READING

*****

Albar menatap tajam kearah depan. Pandangan didepannya menunjukan beberapa iblis yang telah membuatnya geram saat ini.

"Sepertinya bila menyangkut Vanilla, kamu cepet banget, ya, datengnya?" Fathan dan Nevar bangkit dari duduknya ketika melihat Albar menggebu-gebu.

"Nggak usah banyak omong! Apa yang kalian mau? Saya ngga ada waktu buat berbicara dengan najis seperti kalian!" ucap Albar seraya menatap tajam dua pria paruh baya dan seorang gadis yang tengah duduk di sofa.

Sungguh, pikirannya saat ini tengah berkecamuk. Engkong yang masuk rumah sakit. Kedai yang terbakar. Serta urusannya dengan Vanilla yang belum kelar. Andai saja Albar dapat berfragmentasi, mungkin ia akan membelah diri sejak tadi.

"Ck! Fathan, sepertinya kamu kurang jago dalam urusan mendidik anak. Liat, anak, mu sekarang nyebut kita najis." Kata Nevar menunjuk Albar rendah.

"Jelas! Karena, sejak kecil dia memang tidak mengurus saya." Tandas Albar membuat muka Fathan memerah akibat kesal dan malu.

Kemudian, netra cowok berjambul nyentrik itu beralih pada Nevar lagi. "Tapi, sepertinya lebih nggak becus anda. Soalnya, punya anak cewek, tapi nggak di jaga. Tiap malam, keluar sama om-om nggak jelas. Kadang, ke club bareng temen-temennya sampe pulang pagi. Jadi, gimana? Siapa yang lebih nggak becus?"

Alih-alih marah, Nevar malah tersenyum kecut mendengar kalimat Albar.

"Sudahlah. Jangan dibahas terlalu larut. Sekarang, kita bicarakan ini." Kata Fathan seraya duduk di sofa besar yang di khususkan untuk satu orang.

Lantas, semuanya duduk. Termasuk Albar yang menuruti perintah Papanya meskipun hatinya menolak.

"Cepat! Urusan saya masih banyak." Ucap Albar tak sabaran.

"Sepertinya, anak kamu ini tidak sabaran untuk bertunangan, ya, Than." Nevar menatap Albar dengan senyum yang mengembang.

Mendengar kata 'tunangan', Albar langsung menoleh melihat Fathan dan Nevar. "Tunangan?"

Kepala Neisya mengangguk. Gadis itu duduk disebelah Albar, "Iya. Kita, kan, bakal tunangan beberapa bulan ke depan." Ungkap Neisya dengan suara yang dibuat-buat.

Ucapan gadis ganjen itu dibalas anggukan oleh Fathan dan Nevar. Tangan Nevar terlulur untuk mengambil gelas kecil yang berada di atas meja. "Betul. Beberapa bulan kedepan, kalian akan bertunangan. Kami tidak perlu meminta persetujuan dari kamu. Karena, Papa kamu sudah menandatangani surat perjanjian. Paham?"

Tangan Albar terkepal kuat. Rahangnya mengeras akibat kesal dengan perkataan Nevar. Apa-apaan ini, memangnya ia apa sampai dijadikan jaminan.

"Kamu harus meninggalkan Vanilla secepatnya. Papa kasih kamu kesempatan untuk menghabiskan sisa waktu kamu bersama dia."

Anjim!!! Batin Albar berteriak.

*****

Di bawah guyuran hujan, motor merah kesayangan Albar terus melaju tanpa henti. Ia sudah tidak memiliki tujuan lagi. Niatnya ingin bertemu dengan Vanilla, tetapi saat ini, jam sudah menunjukan pukul 11 malam. Mana mungkin Vanilla akan menerimanya.

Lantas, ia mengubah niat tersebut untuk datang ke kediaman Rehan. Ia akan bertanya keadaan anak-anak yang berada di rumah sakit.

"Han..." Albar memanggil temannya itu dari balik pintu apartemen milik Rehan.

ALBARES MADAGASKAR (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang