(64) Kembali Menyebalkan

5.9K 338 4
                                    

JANGAN LUPA VOTE AND COMMENT

HAPPY READING

*****

"Jadi, gimana perkembangan kasus Vava?" pertanyaan itu muncul dari mulut Vanilla yang sudah duduk di meja kebanggaan Arevas.

Sebelumnya, Albar memerintahkan Vanilla dan kawan-kawannya untuk duduk di meja yang sama. Alhasil, ketiga gadis itu langsung duduk disana.

Geovano yang di tanya oleh Vanilla menggigit pipi bagian dalamnya seraya berpikir, "Status Vava kemarin masih jadi tersangka. Kalau enggak ada korban yang meninggal, mungkin dia cuman jadi saksi karena dia itu disuruh."

Belahan nafas terdengar dari mulut Vanilla. Kendati begitu, ia masih sangat menyayangi Vava dan menganggapnya sebagai teman. Lubuk hatinya yakin, Vava melakukan itu karena disuruh. Bukan atas inisiatifnya sendiri.

Tangan Naya mengelus punggung Vanilla membuat gadis itu menoleh. Naya menampilkan senyum seolah mengatakan kalau semuanya akan baik-baik saja.

"Oh iya. Nanti, kan, ada pensi. Gue sama Albar mau tampil, nih," Popon mengeluarkan suaranya excited.

Alis kanan Febrio terangkat, "Emang lo bisa nyanyi?"

Mata Popon langsung membola ketika Febrio menanyakan hal itu, "Oi! Muka kayak Charlie Puth gini masa suaranya masih diragukan?"

"Apaan, lo! Muka kayak pantat panci aja," timpal Firly ikut meledek.

"Muka pantat panci, suara kayak kambing kehausan, megang gitar malah gemeteran. Apa yang mau diharapin dari lo?" pernyataan Rehan yang begitu pedas membuat mata Popon melotot seketika.

Berbeda dengan Popon, Albar dan yang lainnya malah tertawa kencang membuat atensi kantin teralihkan pada mereka semua.

"Bagus. Temen gue emang paling jujur," kata Albar seraya menepuk-nepuk bahu Febrio.

Sementara itu, Leo yang baru datang langsung menimpali, "Emang! Dia itu emang kayak gitu! Suara udah kayak kambing kehausan, tapi kalo mandi dikamar mandi apartemen Rehan, nyanyi mulu. Serasa suaranya kayak Justin Bieber." Leo langsung duduk tepat di samping Popon.

Karena merasa di bully, Popon pun langsung mentoyor kepala Leo, "Kampret, lo!" katanya yang dibalas kekehan oleh Leo.

Pandangan Vanilla teralihkan ketika ada nada dering di ponselnya, menandakan ada yang mengiriminya pesan. Lantas, ia membuka aplikasi whatsApp-nya. Netranya mendapati nomor Albar terpampang jelas disana.

Albar
Aku mau ajak kamu ke suatu tempat pas pulang sekolah. Jadi, nanti kamu tunggu di parkiran, ya.

Senyum tipis terbit dari wajah Vanilla. Entah kenapa, ia menjadi senang hanya karena sebuah pesan singkat yang dikirim oleh Albar.

*****

Waktu sudah menunjukan pukul satu kurang dua belas siang. Artinya, bel pulang sekolah masih tersisa dua belas menit lagi. Sejak tadi, Vanilla sudah tidak fokus dengan apa yang dijelaskan oleh Pak Ronald. Ia sangat menanti waktu pulang. Jangan tanyakan mengapa, tentu karena ia ingin cepat-cepat mengetahui kemana Albar akan membawanya.

ALBARES MADAGASKAR (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang