JANGAN LUPA VOTE AND COMMENT, YA.
HAPPY READING
M
ungkin setelah aksi Febrio kemarin, hubungan Arevas akan menjadi renggang. Namun, nyatanya kelima cowok itu malah asik berkumpul di Kedai Engkong bagian atas. Mereka semua tengah menikmati terpaan asap rokok yang di baluri dengan angin.
Semuanya membisu. Masih memikirkan masalah yang terus membelenggu.
Tenang, mungkin kata itulah yang dapat mendeskripsikan keadaan saat ini.
"Gue udah dapat informasi," ucap Geovano membuka percakapan.
"Informasi?" gumam Popon, "Informasi apaan?"
"Tentang Vanilla."
Albar yang tengah melipat kedua tangannya dibelakang dengan pandangan lurus kedepan langsung menoleh pada Geovano dan menatap cowok itu penuh tanya. Begitu juga dengan yang lainnya.
"Vanilla bukan antek-antek Morgana. Dia cuman cewek biasa," ungkap Geovano, "tapi ada satu hal yang harus kalian tahu."
"Apa?" tanya Febrio seraya menaikan alis kanannya.
"Vanilla itu pernah punya hubungan sama Bagas. Tapi udah kandas. Makannya dia pindah ke Garena."
"Lo dapat informasi dari mana?" tanya Albar bangkit dari posisinya dan menghampiri Geovano.
Tanpa mau menatap Albar, Geovano tetap fokus pada pandangan pohon beringin didepan Kedai Engkong, "Gue dapat dari informasi yang gue dapat. Dan ternyata begitu faktanya."
Sembari menunduk, cowok itu melempar kunci motornya keatas, lalu ia tangkap. Kegiatan itu ia lakukan berkali-kali, "Gue jadi ngerasa bersalah karena udah nge-judge dia yang enggak-enggak." Gumamnya. Namun masih dapat didengar yang lain.
Senyum smirk tercetak jelas diwajah Febrio. Ia berjalan mendekati Albar dan menepuk bahu temannya dari belakang, "Gue udah bilang. Vanilla bukan cewek kayak gitu."
"Tapi, lo semua inget, nggak? Waktu gue sama Geovano di hajar Morgana, ada salah satu orang pake topeng, yang ditendang Rehan. Dan suara ringisannya mirip cewek?"
Semua pandangan beralih pada Popon.
Dengan alis kanan terangkat, Albar berpikir keras. Apa mungkin ia harus mengatakan asumsinya? Tapi, ia merasa tidak yakin kalau orang itulah pelakunya.
"Iya. Morgana pernah bilang, kalau dia akan ngirim salah satu cewek yang jadi kelemahan Albar. Tapi, sampe sekarang itu masih jadi abu-abu," ucap Febrio.
"Han? Lo diem mulu, kek kuda. Ngomong, kek. Jangan diem bae. Patung pancoran aja pegel liat lo kayak gitu," ujar Popon melihat Rehan yang duduk termenung seraya menghisap rokoknya yang tersisa.
Alih-alih menjawab, Rehan malah bangkit dari duduknya dan menyambar jaket Arevas.
"Mau kemana?" tanya Albar.
"Pulang," jawab Rehan datar.
"Tumben pulang jam segini?" timpal Febrio setelah melihat jam dipergelangan tangannya yang menunjukan pukul 8 malam.
"Kepo, lo!" balas Rehan ketus. Lalu meninggalkan teman-temannya.
"Sejak kapan Rehan tau istilah 'kepo', dah?" tanya Popon cengo menatap punggung Rehan yang mulai hilang karena menuruni tangga.
Sudut bibir Albar terangkat, "Palingan dia mau ketemu sama Naya," tebak Albar sembari geleng-geleng kepala. Ia berjalan dan mengambil jaket Arevas miliknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALBARES MADAGASKAR (END)
Roman pour AdolescentsSUDAH COMPLETED YANG MEMBACA, JANGAN LUPA UNTUK VOTE DAN COMMENT SERTA FOLLOW AKUN INI YA. (DILARANG PLAGIAT! KARENA INI HASIL PEMIKIRAN AUTHOR SENDIRI) Ini bukan kisah klise Play-boy yang bertemu dengan cewek galak, lalu pacaran. Tidak, bukan itu...