(59) Kabar Buruk

5.8K 342 5
                                    

JANGAN LUPA UNTUK VOTE AND COMMENT.

BTW, PARA SIDERS, MASIH KAH KALIAN TIDAK MAU BERTAUBAT?

AUTHOR AKAN TULIS NEXT PART KALAU PARA SIDERS KELUAR, OKE. SOALNYA, SIDERSNYA BANYAK BETUL.

HAPPY READING

*****

Sebuah senyuman terbit dari bibir Vanilla setelah ia kembali menghirup aroma khas rumahnya. Seolah tidak sedang dalam keadaan sakit, gadis itu langsung berlari dan membaringkan tubuhnya diata sofa ruang tamunya.

Zira, Firly, dan Vava menggelengkan kepalanya seraya tersenyum. Tentu mereka senang karena Vanilla mereka telah kembali menjadi cewek yang tangguh lagi.

"Hati-hati. Itu jaitannya lepas," ujar Firly menunjuk perut Vanilla yang menjadi korban penusukan Dilla. Di area itulah perut Vanilla dijahit.

Mendengar kalimat itu, Vanilla memilih untuk tidak menggubrisnya. Lebih baik ia memejamkan matanya dibandingkan membalas Firly yang nantinya akan menjadi masalah berkepanjangan.

"Vanilla. Habis ini, kamu makan, ya?" Zira berjalan menghampiri putrinya. Lalu duduk di sofa single diikuti Naya dan Firly yang mendaratkan bokongnya di sofa panjang.

Merasa ada yang duduk didekatnya, Vanilla langsung membuka matanya dan mengubah posisinya menjadi duduk dengan punggung yang bersandar pada sofa, "Tapi, Vanilla enggak mau makan, Bun. Vanilla udah kenyang banget. Serius, deh." Ujarnya seraya mengacungkan jari tengah dan telunjuk.

"Hilih! Lo aja di rumah sakit malah enggak mau makan, ya. Malah si Popon yang disuruh ngabisin makanannya," Firly bersuara dengan mata yang melotot. Sebenarnya, niat lain dia untuk mengadu pada Zira bahwasannya Vanilla tidak mau makan selama di rumah sakit.

Kini giliran Zira yang membelalakan matanya menatap putrinya tak percaya. Lalu, kepalanya menggeleng, "Vanilla-Vanilla. Bunda tuh udah ngerasa kalau kamu emang gak mau makan disana. Jadi, selama ini kamu boong, kan?" tuding Zira.

Vanilla meringis seraya menggaruk tengkuknya yang tak terasa gatal, "Hehe... Soalnya, Vanilla males, Bun. Lagi pula, kan, Vanilla udah dikasih asupan dari infus."

Kepala Vanilla terhuyung kedepan setelah sebuah bantal besar menghantam kepala bagian belakangnya, "Aduh!"

"Tapi, tetep aja lo butuh makan, dodol!" kata Naya datar.

Alih-alih marah karena anaknya dilempar menggunakan bantal, Zira malah tersenyum tipis seraya bangkit dari posisi duduknya, "Ya udah, Bunda mau ke kamar dulu buat istirahat. Nanti, kamu bawa koper kamu sendiri ke kamar, ya, Nil. Jangan nyuruh-nyuruh Naya atau Firly." Peringat Zira pada putrinya.

Sepeninggalan Zira, Vanilla kembali membaringkan tubuhnya seraya memejamkan matanya. Bosan. Itulah yang ia rasakan. Pasalnya, kedua sahabatnya itu sibuk dengan ponselnya masing-masing.

"Nil." Panggilan dari Firly membuat Vanilla dan Naya menoleh kearahnya.

Kedua gadis itu menatap Firly dengan alis yang saling bertautan, "Apaan?"

"Albar." Kata Firly dengan ekspresi yang menegang.

Entah mengapa, setelah Firly menyebut nama Albar, ia malah jadi ketakutan sendiri. Bahkan, tubuhnya ikut menegang.

ALBARES MADAGASKAR (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang