JANGAN LUPA VOTE AND COMMENT
HAPPY READING
*****
"Astaga! Nay! Asal lo tau, ya, hari ini tuh kalian berdua so sweet banget, sumpah!" dengan menggebu-gebu Firly mengatakan kalimat itu. Pasalnya, Rehan dan Naya bernyanyi diatas panggung dengan sangat romantis. Iya. Sangat romantis. Tidak akan ada yang menyangka cowok bernama asli Raihan Ardigantoro itu berani bernyanyi dengan seorang wanita disampingnya.
"Udah gitu, ya, tadi Vanilla dikasih kado sama Albar. Terus, mereka uwuw-uwuan didepan gue. Kan sialan," bibir gadis itu langsung mengerucut setelah mengingat kekasihnya yang bernama Geovano, yang baru saja menembaknya beberapa hari lalu, tidak melakukan hal romantis padanya.
Naya dan Vanilla melirik Firly yang duduk paling pinggir. Mereka memang tengah duduk di kursi panjang taman. Keduanya saling melempar senyum penuh arti, "Bilang aja lo iri, Fir." Kata Vanilla seraya mentoyor kepala temannya itu.
Firly langsung mendelik, "Aduh! Kurang ajar, lo! Main toyor-toyor kepala gue aja. Kepala gue ini mahal tau." Tangan Firly mengusap kepalanya yang menjadi korban toyoran Vanilla.
"Makannya, Fir. Kalau punya cowok, dijaga. Liat, noh, si Geovano." Naya menunjuk Geovano menggunakan ujung dagunya.
Menuruti Naya, Firly mengalihkan pandangannya kedepan. Matanya memicing setelah melihat Geovano yang tengah menggoda beberapa adik kelas yang menggunakan rok ketat, "Kurang ajar, nih, ya, si Nono. Awas aja!" Gadis itu langsung bangkit dengan wajah yang sudah memerah. Netranya menatap targetnya tajam seolah siap untuk menerkamnya.
Untuk panggilan Nono, Firly dan Geovano memang memiliki panggilan khusus.
Vanilla menggelengkan kepalanya karena sikap kawannya itu yang amat childish. Kendati, usianya sudah menginjak 17 tahun.
"Anjir! Di jewer sama dia," Vanilla menegakan posisi duduknya karena kaget ketika melihat tangan Firly dengan santainya menjewer telinga Geovano dan menarik cowok itu ke sudut lapangan.
Sontak, semua orang yang melihat itu lantas tertawa. Bayangkan, Geovano tengah berada ditengah lapangan yang artinya ia menjadi sentral atensi seantero SMA Garena.
"Firly emang beda," gumam Naya seraya bersedekap dan menggeleng pelan.
Kepala Vanilla mengangguk, "Tapi kita harus bersyukur, Nay. Seenggaknya, kita punya temen kayak dia."
Naya menoleh menatap Vanilla yang tengah memandang pemandangan didepannya, "Lo udah maafin Vava?" pertanyaan itu muncul diotak Naya kala Vanilla mengucapkan kalimat sebelumnya.
Senyum miris terbit dari bibir Vanilla, "Mana mungkin, Nay, gue enggak maafin sahabat gue sendiri. Sahabat yang selalu bikin gue bahagia dan selalu ada dikala gue sendiri. Tapi, gua malah enggak ngertiin dia sama sekali. Alhasil, semua kejadian ini dengan gampangnya terjadi," ucapnya.
Vanilla memang tidak menyalahkan Vava sepenuhnya. Ia pun intropeksi diri. Sebagai teman, mengapa ia tidak mengerti dengan keadaan sahabatnya saat itu? Kala perusahaan orang tuanya sudah mulai turun hingga bangkrut. Mengapa ia tidak ada? Tentu jawabannya karena Vanilla sibuk dengan cerita dirinya sendiri.
Naya menepuk bahu Vanilla seraya tersenyum tipis, menandakan berusaha untuk saling menguatkan, "Gue besyukur, punya temen kayak kalian semua." Ucapnya yang dibalas senyuman pula oleh Vanilla.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALBARES MADAGASKAR (END)
Roman pour AdolescentsSUDAH COMPLETED YANG MEMBACA, JANGAN LUPA UNTUK VOTE DAN COMMENT SERTA FOLLOW AKUN INI YA. (DILARANG PLAGIAT! KARENA INI HASIL PEMIKIRAN AUTHOR SENDIRI) Ini bukan kisah klise Play-boy yang bertemu dengan cewek galak, lalu pacaran. Tidak, bukan itu...