(65) Memberi

5.3K 352 1
                                    

JANGAN LUPA VOTE AND COMMENT

HAPPY READING

*****

Motor hitam dengan harga yang dibandrol sekitar 1,5 Milliar itu sudah berhenti tepat di taman yang menjadi tempat favorit dua sejoli yang berada diatasnya.

Setelahnya, Vanilla dan Albar turun dari motor dan berjalan masuk menuju taman itu. Untuk kesekian kalinya, Vanilla dibuat kagum dengan pemandangan yang indah ini. Berbagai jenis tanaman bisa ia lihat disini tanpa takut adanya polusi. Terkadang, Vanilla sendiri miris dengan polusi yang memenuhi ibu pertiwi. Tetapi, anehnya ia juga senang menggunakan kendaraan pribadi.

Mata gadis itu menjelajah memperhatikan bunga-bunga yang tampaknya baru ada di indra penglihatannya. Bukan hanya bunga, ada beberapa fasilitas baru seperti penambahan tempat duduk, kursi panjang di sisi jalanan bertapak, kolam ikan yang bertambah beberapa kolam, serta pewarnaan pada batu koral yang menghias taman khusus anak.

Sungguh menyenangkan bukan.

Sebuah senyum tipis menghias wajah Albar ketika matanya mendapati Vanilla yang tak henti-hentinya membulatkan matanya dengan binar kagum. Albar sangat menyukai itu.

Dengan kedua tangan yang masuk kedalam saku celana seragam SMA-nya, Albar berkata, "Padahal, udah sering kamu kesini. Tapi, kamu masih kagum terus," katanya menatap Vanilla teduh.

Vanilla menoleh kearah Albar. Netranya mendapati wajah Albar yang terhiasi dengan senyuman yang begitu memabukkan. Dan, tatapannya yang____

Ah mantap. Bahkan, ia tidak dapat mendeskripsikannya lagi. Senyum tipis yang mampu membuat jantungnya berdetak tak karuan.

"Eum, mungkin karena ada beberapa fasilitas yang di upgrade kali, ya," kata Vanilla.

Sontak Albar tertawa lepas karena pernyataan polos Vanilla yang terkesan bodoh. Tangannya keluar dari saku celana untuk mengacak rambut gadisnya, "Kamu pikir apaan, masa di upgrade. Emangnya laptop. Harusnya, diksinya itu di perbarui atau di bagusin."

"Tapi, kan, sama aja."

"Beda."

"Sama."

"Beda, Vanilla." Kata Albar dengan suara rendahnya.

Oke. Kalau seperti ini, Vanilla jadi lemah sendiri. Bagaimana mungkin ia melawan kekasihnya ketika Albar mengeluarkan suara yang begitu seksi menurutnya.

"Oh, ya. Kamu mau makan es krim? Ada bapak-bapak yang jualan waktu itu," Albar menunjuk kearah seorang Bapak tua yang tengah mengipas-ngipas wajahnya menggunakan kertas. Bapak itu menampilkan ekspresi nelangsanya.

Masih ingat, bapak itu adalah penjual es krim yang dulu dinantikan oleh Vanilla.

Dengan mata membulat tanda excited, Vanilla menganggukan kepalanya, "Ayo! Aku juga udah lama enggak makan es krim bapak itu."

Saking semangatnya, Vanilla menarik tangan Albar dan membawanya menuju tempat Bapak itu berdagang.

"Pak, beli es krim-nya, dong, Pak." Kata Vanilla lembut pada Bapak itu.

ALBARES MADAGASKAR (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang