"Pondok Cabe"

27 2 0
                                    

"Jana..." bisik Alex mendekap erat tubuh Jana yang penuh darah itu.

Nada suara Alex terdengar bergetar hebat. Namun gadis itu diam. Alex pun sibuk mencari penutup dada gadis yang masih terkapar tak sadarkan diri di kursi kulit itu. Dengan sigap Bunga segera memberikan cardigans hitamnya untuk menutup tubuh Jana. Sambil terisak Bunga ikut mengelus rambut Jana.

Di salah satu pojok ruang, disamping sebuah meja, Pak Jovian terlihat menimang-nimang sebuah amplop beserta kertas. Lalu ia segera mengeluarkan walkie talkie dan memerintahkan beberapa hal ke anak buahnya.

"Oscar!" panggil Pak Jovian.

"Siap!" terdengar nada affirmasi dari ujung walkie talkie itu.

"Kabari Polsek Soetta dan Halim. Cari target sesuai profil" perintah Pak Jovian.

"Fitri dan Ludi segera ke lantai dua untuk evakuasi. Korban wanita" lanjutnya. Kembali terdengar suara affirmasi dari bawahannya.

Pak Jovian kemudian berjalan memutari ruangan yang tidak terlalu luas itu. Mungkin sekitar 3 x 5. Matanya menyalang mencoba mencari bukti-bukti lain yang relevan. Ada dua buah layar komputer disamping Jana. Kedua layar itu yang mengawasi sekitaran rumah. Layar pertama untuk halaman depan dan belakang. Sementara layar kedua untuk seisi ruangan dalam rumah. Termasuk garasi. Pak Jovian pun menyipitkan mata. Mencoba menerka kendaraan yang digunakan Dajjal dengan memundurkan isi rekaman.

"Pak..." suara Alex terdengar serak.

Pak Jovian menoleh. Wajah anak itu terlihat hancur. Sekujur tubuhnya dipenuhi darah yang menempel dari tubuh Jana.

"Ya?" jawab Pak Jovian.

"Pondok Cabe, Pak" lirih Alex parau.

"Maksud kamu?"

"Dia ke Pondok Cabe..." tegas Alex dengan nada pasti.

"Amplop itu smokescreen" lanjutnya dengan sorot mata tajam.

Alex ingat. Pondok Cabe merupakan satu-satunya tempat pelarian yang paling dekat dibanding bandara lainnya yang jauh. Dajjal butuh pengalihan dengan sengaja menaruh amplop sembarangan. Persis seperti kata Pak Jovian tentang akuarium.

Pak Jovian langsung tertegun mendengar penjelasan Alex. Teringat kata-katanya sendiri saat di ruangan samping tentang smokescreen.

Anak itu benar. Amplop ini bisa jadi cuma pengalihan semata. Pikir Pak Jovian sambil hatinya berdegub kencang. Lalu benaknya kembali berputar.

"Airport Pondok Cabe memang tidak komersil...

"Kecuali..."

Pak Jovian tiba-tiba terperangah. Teringat sesuatu. Pelita Air Service! Gumamnya teringat perusahaan penyewaan helikopter itu. Ia pun segera mengeluarkan walkie talkie lagi sambil berlari keluar.

"Coky...kita ke Pondok Cabe sekarang. Darurat!" suara Pak Jovian terdengar sedikit panik.

Ia segera keluar dari ruangan itu sambil berlari. Menembus ruangan penuh memorabilia seram itu dan menuruni tangga ke bawah. Terus keluar dari ruangan api lalu turun ke lantai satu. Ia pun sampai di gerbang depan kurang dari satu menit. Dilihatnya mobil Kijang Jatanras itu sudah siaga di depannya. Ia siap untuk melompat sampai ketika langkahnya terhenti mendengar raung motor yang menghampirinya.

"Bareng aye aje, bang. Macet kalo mobil mah..." seru Arief ditengah gerungan suara motor RX King yang knalpotnya telah dibedel itu.

Benar!

Lalu tanpa pikir panjang Pak Jovian langsung melompat ke jok belakang motor itu. Arief menggeber gas sambil melepaskan kopling ditangan kirinya secara tiba-tiba. Sontak si raja jalanan itu meloncat tinggi melesat mengejar waktu.

 Sontak si raja jalanan itu meloncat tinggi melesat mengejar waktu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Sang Pengacara "Sembilan Naga"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang