"Better Left Unsaid"

29 4 0
                                    

Dana memang gentleman sejati. Ia bersikeras mengantar Annisa yang ingin pulang menggunakan kereta ke Bandung. Padahal ia baru saja sampai Jakarta. Akhirnya sekarang mereka sudah dalam perjalanan ke Bandung. Arief dan Micky tetap di Jakarta menemani Alex. Sami? Sedari tadi masih tidur dimobil.

"Thanks, Dan"

Dana hanya tersenyum.

Annisa ini anak baik. Sahabatnya sejak SD. Sahabatnya Tia, pacar Dana saat ini, yang juga merangkap manajer band Hot Chocolate. Sayangnya Annisa sangat rapuh. Keluarganya yang sangat dipuja ternyata tidak mendukung hubungannya dengan Alex. Akhirnya Annisa kehilangan pegangan. Belum lagi dengan penyakit ALS yang dideritanya. Dana trenyuh membayangkan itu semua.

 Dana trenyuh membayangkan itu semua

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Meuni geulis atuh da. Pantesan gampang move on" gumam Annisa sambil mengusap air matanya yang jatuh. Ia teringat wajah Jana. 

Dana hanya terdiam. Tapi kemudian ia menggeleng pelan.

"Aku ga tau ya Nis..."

"Tapi Alex ga mata keranjang kok. Setau aku sih..." ujar Dana pelan. 

Tapi Annisa tertawa pelan. 

"Ya iya lah Dan. Untung kejadiannya pas udah putus. Coba kalo masih jadian. Gue pasti diselingkuhin"

Ingatan Dana pun kembali ke kejadian beberapa malam yang lalu. Saat itu Dana lah yang menjemput Alex di perempatan Dago malam itu. Kebetulan anak-anak kost tidak ada kendaraan yang bisa dipakai menjemput. Akhirnya Alex menelpon Dana. Jarak rumah Dana di Imam Bonjol memang tidak jauh dengan perempatan Dago.

Saat pertama Dana menemukan Alex, anak itu sedang bersandar dipintu mobil yang terparkir di SSC Sumur Bandung. Kakinya terlihat terkulai di trotoar. Kepalanya tertunduk. Air hujan nampak menetes diwajahnya. Matanya tertutup. Ia terlihat sangat lemas. Dana pikir anak itu pingsan. Ternyata ia baru saja mendorong mobil itu. Indikatornya ternyata rusak sehingga Alex tidak tahu kalau bensinnya habis.

Saat itu hujan sudah mulai berhenti. Ternyata cukup deras sehingga terlihat genangan air dimana-mana. Dana segera mengangkat Alex dan membopongnya masuk mobil. Mobil Micky memang busuk. Kotor sekali. Tapi Dana ingat anak itu selalu menyimpan minyak kayu putih beserta obat-obatan P3K lainnya. Dana pun membuka laci depan. Tidak ada. Bagasi tidak ada. Cuma ada satu tempat lagi. 

Tapi rasanya tidak mungkin. Pikir Dana. 

Tapi apa boleh buat. Cuma itu satu-satunya tempat penyimpanan yang tersisa. Akhirnya dengan menahan rasa jijik ia membuka ember merah yang berisi cucian baju itu. Nampak beberapa kolor yang lusuh dan baunya seperti sebulan tidak dicuci. Sambil menutup mata Dana merogoh lebih dalam. 

Ternyata benar. Kotak P3K itu berada didasar ember itu.

"Bangun, bro" ujar Dana sambil mengoleskan minyak kayu putih itu ke hidung Alex

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Bangun, bro" ujar Dana sambil mengoleskan minyak kayu putih itu ke hidung Alex. Pemuda itu membuka mata sedikit. Wajahnya sedikit memerah. 

"Makan yuk. Gue traktir" senyum Dana. 

Alex diam cukup lama. Lalu dengan berat hati ia mengangguk. Uangnya sudah benar-benar habis. Tapi ia kelaparan.

Mereka akhirnya makan bubur dekat perempatan Dago

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mereka akhirnya makan bubur dekat perempatan Dago. Hangatnya bubur itu membuat tubuh Alex lama kelamaan berangsur membaik. Wajahnya sudah memerah. Ia sudah bisa bercanda lagi. Dana ikut senang. Sampai akhirnya Alex bercerita tentang kejadian beberapa jam yang lalu. Saat ia diusir oleh ayahnya Nisa.

"Gue diusir, Dan. Pintu rumahnya dibanting bokapnya depan muka gue" ujar Alex sambil menghembuskan asap rokok. 

"Nisa juga cuma bilang lewat Pager. Bilang kalo kita udah putus" sambung Alex. 

"Gue telpon ga diangkat. Pager juga engga dijawab" ujar Alex pelan sambil menggelengkan kepala.

Dana diam memperhatikan. Cerita lama ini selalu berulang dan berulang. Anehnya Alex terus menerus bertahan. Mungkin karena anak itu terlalu mencintai Annisa. 

Entahlah...

"Elo entar kalo dia hubungin lagi, tetep masih mau jadian?" tanya Dana setelah sekian lama diam. 

Alex tertawa kecil. "Dia temen gue, Dan. Bukan cuman perempuan biasa yang bisa gue jadiin begitu aja. Cuman dia yang bisa dengerin gue ngoceh. Ngertiin gue..."

Dana tersenyum masam. Begitu indahnya cinta ketika sudah bertemu. Sesuatu yang sampai sekarang belum ia temukan. Dana menggelengkan kepala. Seandainya saja Nisa tahu harganya dimata orang.

TITTTT!!!

Ada mobil Land Cruiser tiba-tiba menyalipnya sambil mengklaksonnya keras. Dana pun tersadar dari lamunannya. Ia melihat speedometernya. Ternyata ia mengemudi cukup lambat. Dana segera mengumpulkan kembali konsentrasinya.

"Mungkin enggak seburuk anggapan elu, Nis. Coba diobrolin aja pas dia balik ke Bandung"

"Kayanya ga mungkin balik lagi deh, Dan"

"Kenapa emangnya?"

"Tiga bulan lagi gue tunangan"

"Owh"

"Trus gue mau pengobatan ke Singapur"

Dana cuma diam.

Seandainya Nisa tahu betapa besar cinta Alex terhadapnya. Seandainya Nisa tidak selalu menempatkan dirinya sebagai victim. Tapi semua itu dipendam Dana. Some things are better left unsaid

Begitu nasihat ayahnya selama ini.

Footnote:

1. SSC: Sony Sugema College.

Sang Pengacara "Sembilan Naga"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang