🌺 • Sembilan Bulan

7.9K 690 36
                                    

Jangan lupa vote komen.

Kalau komennya gak banyak, up-nya lamaaa ....











Kandungan Halima sudah masuk bulan ke sembilan. Perutnya terlihat semakin buncit dan terasa berat. Berat badannya juga lumayan naik hingga pipi Halima terlihat tembam dan badannya lebih berisi. Dirinya dan Mazhar baru tiba di rumah Ja'far dan akan menginap di sana sampai waktu Halima melahirkan nanti.

Kemuning sangat senang saat Halima datang. Selama bekerja di rumah Ja'far, rasanya sangat sepi, kecuali saat ada Javas mampir ke rumah. Si bungsu itu memilih tinggal di apartemen yang lebih dekat dengan kampus sejak empat bulan lalu saat memasuki semester akhir. Hanya Javas yang suka bercerita panjang lebar. Ja'far sibuk bekerja, Malwiz juga jarang di rumah karena ada jadwal konser di beberapa kota, sedangkan Kemala malah tidak pernah menegur sama sekali. Wanita itu masih berada di rumah Ja'far, belum bekerja dan hanya menikmati uang tabungan mendiang orang tuanya yang banyak. Karena ada Halima, Kemuning jadi mempunyai teman untuk bercerita.

Berbeda dengan Kemuning yang sangat senang dengan kehadiran Halima, Kemala justru sebaliknya. Wanita berpakaian ala barat itu tidak suka melihat Halima yang datang sambil menggandeng lengan Mazhar.

Halima merebahkan diri di sofa kamar, meluruskan pinggangnya yang duduk berjam-jam dalam mobil usai perjalanan jauh dari desa ke kota.

Mazhar mendudukkan diri di samping Halima. "Ada yang sakit?" tanyanya seraya mengusap perut buncit istrinya.

Halima menggeleng. "Tidak, hanya sedikit pegal karena duduk terlalu lama."

"Istirahatlah, nanti saya bangunkan kalau sudah waktunya salat Zuhur."

"Hm, tapi cium dulu," ujar Halima manja.

Mazhar tersenyum seraya menunduk, mengecup kening, pipi, lalu bibir istrinya itu sebelum beranjak keluar kamar. Ia berjalan ke arah dapur, hendak mengambil air untuk minum. Saat menuang air ke gelas, Mazhar tidak menyadari kehadiran seseorang di belakangnya. Usai Mazhar menegak segelas air, seseorang tadi langsung memeluknya dari belakang.

"Hali?" gumam Mazhar, mengira yang memeluk adalah istrinya.

"Hali? Ini saya Kemala."

"Astaghfirullahal azhiim!" Mazhar langsung melepas pelukan Kemala di pinggangnya dan melangkah mundur. Enggan menatap ke arah Kemala yang tidak memakai jilbab dan berpakaian seksi. "Tidak seharusnya kau memeluk orang yang bukan mahrammu!" Lanjutnya dengan nada yang agak tinggi.

"Saya hanya merindukanmu, Mazhar. Sudah lama kita tidak bertemu," ujar Kemala.

"Sudah lama tidak bertemu bukan berarti kau boleh melewati batas dengan menyentuh saya semaumu," balas Mazhar sambil berlalu.

"Saat kecil kita memiliki janji. Kita akan menikah setelah saya kembali dari Belanda, kau ingat? Sekarang saya ingin menagih janji itu."

Mazhar menghentikan langkahnya. "Kau yang membuat janji itu sendiri. Tidak ada hubungannya dengan saya karena waktu itu saya tidak mengiyakan perkataanmu," ujarnya tanpa menoleh, kemudian melanjutkan langkahnya.

Sedangkan Kemala hanya diam sambil mengepalkan tangannya kesal.

Mazhar memercepat langkahnya ke kamar. Halima yang belum tidur kembali membuka matanya saat mendengar pintu terbuka dan suaminya masuk. Mazhar melepas kasar kain yang menutupi matanya hingga mata yang memerah itu terlihat oleh Halima.

Mazhar Alkhalifi ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang