🌺 • Penggemar Berat

7.1K 702 61
                                    

Jangan lupa vote dan komen!
Part ini khusus Kemuning dan Malwiz










Subuh hari, Mazhar terbangun lebih dulu dari istrinya. Hidungnya tersumbat dan kepalanya terasa sakit. Mazhar benar-benar demam usai menjemput Halima semalam sambil hujan-hujanan. Ia berjalan lunglai ke kamar mandi.

Jam empat lewat dua puluh menit, Halima terbangun dan langsung mandi. Ia selesai saat Mazhar sedang bersiap-siap hendak ke masjid. Wajah suaminya nampak pucat. Halima yang masih memakai handuk mendekati Mazhar. Menyentuh kening lelaki itu dengan punggung tangannya, masih panas seperti semalam. "Tidak usah ke surau, Engku sedang sakit," ujarnya.

"Saya masih bisa berjalan ke surau," balas Mazhar sambil melilitkan sorban ke lehernya.

"Di luar dingin dan Engku sedang flu. Kalau Engku keluar bisa tambah sakit nanti."

"Tapi saya harus mengimami jamaah, Hali."

"Memangnya tidak ada yang bisa menjadi imam di desa ini selain Engku? Sewaktu kita di kota, salat berjamaah di sini tetap berjalan, kan? Kali ini Engku harus mendengarkan saya, tidak usah ke surau. Lagipula tidak dilarang juga lelaki salat di rumah, apalagi Engku sedang sakit," ujar Halima panjang lebar.

Mazhar diam dan hanya menatap Halima sambil menumpu dagu dengan telapak tangan. Subuh-subuh istrinya itu sudah mengomeli dirinya.

"Awas saja kalau Engku nekat pergi," lanjut Halima dan hendak berlalu.

Namun, Mazhar langsung menarik Halima hingga terduduk di pangkuannya. Mengurung tubuh yang hanya berbalut handuk itu dalam jubahnya.

"Wudu saya jadi batal, Engku!" gerutu Halima.

Mazhar malah terkekeh. "Wudu saya juga batal."

Pada akhirnya, Halima membiarkan dirinya dipeluk oleh Mazhar. Tidak protes juga saat suaminya itu mengecupi lehernya dan membuat tanda merah di sana. Saat azan berkumandang, barulah Mazhar melepaskannya, membiarkan Halima berpakaian sebelum melaksanakan salat berjamaah berdua.

Selesai salat dan berdoa, Mazhar yang masih sakit kepala langsung merebahkan diri ke belakang. Memosisikan kepalanya di pangkuan Halima. Rasanya nyaman saat tangan lembut Halima memijat pelipisnya. Halima mengambil ponsel yang ada di dekatnya, membuka Al-Qur'an digital, kemudian melantunkannya sambil terus memijat kepala Mazhar.

***

Di kota, seorang gadis baru saja datang ke rumah Ja'far. Namanya Kemala, ia adalah sepupu sekaligus teman masa kecil anak-anak Ja'far. Kemala baru kembali setelah menempuh kuliah S1 dan S2-nya di Belanda. Putri tunggal dari mendiang saudara Ja'far itu seorang yatim piatu. Ibunya baru saja meninggal sebulan yang lalu di Belanda. Ia akan tinggal di rumah Ja'far sementara waktu sampai menemukan perkejaan dan tempat tinggal yang baru.

"Mazhar di mana, Paman?" tanya Kemala.

"Dia sedang di desa bersama istrinya," ujar Ja'far.

Kening Kemala mengernyit. "Istri? Mazhar sudah berkahwin? Ah, jahat sekali dia tidak memberi tahu Gemala."

"Perkahwinan mereka tidak digelar secara meriah," ujar Ja'far. Tidak mengatakan kalau Mazhar dan Halima menikah karena suatu insiden.

Mazhar Alkhalifi ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang