🌺 • Pindah ke Rumah Baru

10.2K 914 71
                                    

Jangan lupa vote dan komentarnyaaaa!

Selamat membacaaaa!





Jam enam pagi, Halima berjalan tertatih-tatih menuju dapur. Pinggang dan bagiannya masih sakit karena ulah suaminya semalam. Halima membuka lemari pendingin, mengambil sayuran dan daging untuk dimasak. Ia tiba-tiba ingin memakan sop buntut, jadi ia akan membuatnya dengan bahan yang ada.

Halima meringis sambil memegang pinggangnya. "Sakitnya malah lebih terasa setelah bangun tidur."

Tak lama kemudian, Tiara datang. Melihat Halima yang melangkah tertatih, ia malah tersenyum lebar dan melangkah cepat mendekati putrinya. "Tips dari Mama manjur, kan? Apa Mama bilang, suami akan luluh kalau kita yang menggoda duluan," ujarnya sambil mencolek lengan Halima.

"Kami tidak melakukan apa-apa, Ma," elak Halima sambil memotong-motong sayuran.

"Hahhh ... Mama ini sudah berpengalaman. Pasti rasanya sakit, kan? Memang begitu kalau baru pertama kali," ujar Tiara.

Wajah Halima memerah seperti tomat masak. "Lalu, kapan rasa sakitnya akan hilang?"

"Nah! Berarti benar, semalam kalian--"

Halima meletakkan telunjuk di depan bibirnya sendiri. "Sst! Jangan keras-keras bicaranya, Ma."

"Haha ... kamu tidak bisa berbohong pada Mama. Tenang saja, sakitnya akan sembuh dengan cepat." Tiara mencubit gemas pipi Halima. "Akhirnya ... sebentar lagi Mama akan punya cucu!" lanjutnya.

Halima membulatkan matanya. "Cucu?"

"Iya ... jangan bilang, suamimu pakai pengaman," selidik Tiara.

Halima menggeleng, seingatnya Mazhar tidak memakai alat kontrasepsi dan mengeluarkan maninya ke dalam rahim Halima beberapa kali. Tapi semalam ia sama sekali tidak kepikiran bahwa ia akan hamil karena telah melakukan hubungan intim.

Setelah beberapa saat, akhirnya sop buntut kesukaan Halima jadi juga sambil dibantu oleh mama yang sesekali menggodanya. Halima kembali ke kamar. Sambil berjalan, ia kembali terbayang tentang perkataan mamanya yang menginginkan cucu.

Halima membuka pintu kamarnya, lalu masuk ke dalam. Mazhar sedang menyiapkan pakaian yang akan ia kenakan saat mengisi tausiyah jam sepuluh nanti. Lelaki itu terlihat segar dengan rambut yang masih agak basah usai mandi.

"Hari ini saya tidak bisa menemani Engku pergi," ujar Halima sambil berjalan ke arah suaminya.

Mazhar menoleh dan melihat langkah Halima yang tertatih-tatih. "Apa lelaki impoten bisa membuat langkahmu tertatih seperti itu?"

Halima terdiam beberapa saat. Ternyata Mazhar tersinggung oleh perkataannya semalam dan langsung membuktikan kalau dirinya tidak impoten.

"Engku sudah menolak saya dua kali, wajar saya curiga," gerutu Halima.


"Dan kecurigaanmu itu salah," sahut Mazhar.

"Iya, saya minta maaf. Apa Engku masih marah?"

Mazhar meraih tangan Halima, lalu mengecupnya sekilas. "Saya tidak marah, hanya sedikit tidak terima. Tapi sudahlah, yang penting sudah ada buktinya kalau saya tidak impoten."

Mazhar Alkhalifi ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang