Jangan lupa tinggalin vote dan komentaaaarrr!!
Selamat membaca!
Setelah berpamitan dengan warga dan diantar sampai depan gapura desa, Mazhar dan Halima akhirnya pergi meninggalkan desa Seduraja dan kembali ke kota. Dekat stasiun kereta, Halima membelikan kacamata hitam untuk Mazhar karena kain penutup matanya menjadi pusat perhatian orang-orang yang ada di sana dan Halima merasa tidak nyaman.
Setelah beberapa jam dalam perjalanan, akhirnya mereka sampai di Padang panjang. Pertama-tama, mereka akan pergi ke rumah orang tua Halima dulu, setelah itu ke rumah ayah Mazhar.
Kini mereka sudah berdiri di depan gerbang megah yang di dalamnya terdapat rumah bernuansa cokelat dan putih berlantai tiga. Halima memencet bel sampai seorang security datang membukakan gerbang dan mempersilakan Halima dan Mazhar masuk.
Seorang wanita paruh baya, namun masih terlihat awet muda membukakan pintu. Bibirnya melengkung ke atas membentuk senyuman kala melihat putri bungsunya pulang. Ia adalah Tiara, ibunya Halima.
"Assalamualaikum ... Bu," salam Mazhar.
Tiara yang dipanggil 'bu' mengernyit sambil menatap Mazhar. "Bu?" beonya.
"Ma, ini Mazhar ... suami Halima," kata Halima memperkenalkan Mazhar. Mungkin mamanya lupa dengan Mazhar karena hanya melihat sekilas wajahnya yang mirip Malwiz melalui video call waktu itu.
Mazhar melepas kacamata hitamnya dan tersenyum ramah pada sang mertua. "Maaf karena terlambat memperkenalkan diri. Saya Mazhar ghazalan alkhalifi, Mama bisa memanggil saya Mazhar."
Tiara menutup mulutnya dramatis. "Mazhar? Oh my ... jadi, kamu saudara kembarnya Malwiz?" tanyanya.
Mazhar mengangguk sambil mempertahankan senyumnya. "Iya, betul."
Tiara mendekat pada Halima seraya berbisik, "Mama lebih suka yang ini, lebih tampan!" Lalu menyenggol lengan putrinya sambil mengedipkan sebelah mata.
Halima mengerjap, ia pikir sang mama akan marah dan tidak setuju Mazhar menjadi menantunya. Ternyata sebaliknya, mamanya itu malah menyukai Mazhar karena tampan dan bersikap sopan, juga murah senyum.
Tiara mempersilakan putri dan menantunya itu masuk. Di ruang tamu, mereka bertemu dengan Jessen, ayah Halima. Mazhar menyalami lelaki berdarah Amerika itu sebelum kembali memperkenalkan diri.
Mazhar senang karena orang tua Halima menerimanya dengan sangat baik. Setelah berbincang-bincang beberapa saat, orang tua Halima pun menyuruh Mazhar dan Halima beristirahat karena baru datang dari desa dan menempuh perjalanan jauh.
***
Tinggal di rumah Halima tanpa melakukan apa-apa tentunya membuat Mazhar malu dan merasa kehilangan harga diri sebagai kepala rumah tangga. Namun, dirinya belum menemukan pekerjaan yang pas.
Hari Jum'at, Mazhar memutuskan akan pergi salat Jum'at di masjid yang tak jauh dari rumah orang tua Halima. Karena Mazhar ke sana sambil mengenakan penutup mata dari kain, orang-orang jadi mengira kalau dirinya buta.
Salat Jum'at akan segera dimulai. Namun, imam sekaligus khatib tak kunjung datang. Takut waktu salat Jum'at terlewat, Mazhar akhirnya maju untuk menggantikan imam sekaligus berkhutbah di masjid tersebut.
Saat hendak pulang dari masjid, seorang pria paruh baya yang merupakan ketua RT di kompleks elit tersebut mendatangi dan menanyakan nama Mazhar, kemudian memberikan amplop berisi uang. Awalnya Mazhar menolak karena niatnya hanya ingin membantu. Tetapi pria tersebut terus-menerus membujuk agar ia menerima amplop tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mazhar Alkhalifi ✓
FanfictionOrang-orang desa memanggilnya Engku Mazhar. Lelaki alim yang dimuliakan dan dianggap guru besar di desa Seduraja. Suatu hari, seorang gadis yang tidak ia kenal tiba-tiba memfitnah dan menuduh Mazhar telah melecehkannya. Namun, warga desa justru tida...