🌺 • Jatuh Cinta?

9.9K 989 66
                                    

Udah udate setiap hari, jadi kalian harus rajin mengomentariii dan vote yakkkk!

Selamat membaca!







Azan Magrib baru saja selesai. Mazhar segera menunaikan salat sunah qabliyyah sebelum salat Magrib. Kali ini dia salat di rumah karena usai salat nanti ia akan berangkat memenuhi panggilan untuk bertausiyah di masjid yang sudah dijadwalkan.

Selesai salat Magrib, Mazhar melipat sajadah, lalu meletakkannya di sandaran sofa. Sementara Halima sedang berhias di depan meja rias. Mazhar memperhatikannya, lagi-lagi Halima memoles lipstik merah merona ke bibirnya.

"Jangan terlalu merah," tegur Mazhar.

Halima menoleh dan langsung beranjak menghampiri Mazhar. "Kalau begitu hapus," ujarnya sambil memuncungkan bibir.

Mazhar malah memalingkan wajahnya ke arah lain. "Hapus sendiri."

"Tidak mau, warna lipstiknya cantik," ujar Halima, sengaja memancing suaminya.

"Sudah saya terangkan kalau tidak boleh bersolek terlalu mencolok keluar rumah. Jangan tabarruj."

"Dulu Engku langsung menghapus lipstik saya, kenapa sekarang tidak?"

"Saya sudah berwudu," sahut Mazhar sambil bergeser. Khawatir tersentuh oleh Halima.

"Memangnya suami istri tidak boleh bersentuhan setelah wudu?"

"Dalam Mazhab Syafi'i, bersentuhan tanpa pembatas antara suami istri dapat membatalkan wudu," jelas Mazhar.

Mendengar itu, Halima malah ingin menjahilinya. Ia dengan sengaja bergeser ke dekat Mazhar.

Karena Halima semakin mendekat, Mazhar akhirnya beranjak dari duduknya. "Cepat hapus lipstikmu. Kita harus sampai di sana sebelum masuk waktu Isya."

"Saya tidak mau menghapusnya," sahut Halima sambil berjalan mendahului Mazhar.

Baru saja Halima hendak membuka pintu, bahunya ditarik hingga berbalik ke belakang, lalu didorong hingga punggungnya menempel di pintu, Mazhar berdiri tepat di hadapannya sambil menumpu tangan di samping kepala Halima. Halima mengerjap saat Mazhar menghapus lipstiknya dengan sapu tangan.

"Sebenarnya saya suka lelaki yang agresif," celetuk Halima, lalu mengulum bibirnya.

Mazhar melangkah mundur. "Buka pintunya, kita harus berangkat."

Mendengkus kasar, Halima bergerak membuka pintu dan berjalan mendahului Mazhar. Ia yang akan menyetir mobil karena Mazhar belum bisa menyetir. Sebenarnya bisa, hanya saja, karena sudah lama tidak menyetir, ia jadi kaku. Maka

Selama perjalanan, Halima tidak berbicara sama sekali. Entah kenapa ia merasa kesal dengan sikap Mazhar yang jual mahal. Harusnya lelaki itu yang mendekatinya duluan dan berusaha agar Halima membuka hati sepenuhnya. Giliran Halima yang ingin mendekat, Mazhar malah menghindarinya terus.

Setelah menempuh perjalanan sekitar dua puluh menit, akhirnya mereka tiba di masjid yang akan dijadikan sebagai tempat acara.

"Kau duduk di luar masjid saja," ujar Mazhar sambil hendak turun dari mobil.

Mazhar Alkhalifi ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang