Jangan lupa vote dan komentarrrr!
Selamat membaca!
Sudah tiga hari Halima tinggal di desa dan menyandang status sebagai istri dari Engku Mazhar Ghazalan Alkhalifi. Orang terhormat yang dianggap sebagai imam sekaligus guru besar di desa Seduraja. Awalnya ia takut ingin berinteraksi dengan warga sekitar karena awal pertemuan yang tidak baik. Namun, setelah mencoba berinteraksi, warga justru menyambut dengan baik dan menghormati Halima sebagaimana mereka menghormati Mazhar.
Sore hari setelah salat Ashar. Halima duduk sambil bersandar di tiang surau, menunggu baterai ponselnya penuh karena sudah tiga hari tidak di-charge.
Tak lama kemudian, Mazhar datang, lalu mengambil posisi duduk di samping Halima. "Masih lama?" tanyanya kemudian.
"Sebentar lagi, Engku sudah mau pulang?"
"Tidak, saya mau pergi ke acara syukuran di rumah kepala karena anak gadisnya baru saja pulang dari kota setelah mendapat gelar sarjana. Saya ke sana untuk membaca doa."
"Jam berapa?"
Mazhar melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangan Halima. "Sepuluh menit lagi, mau ikut?"
Halima menggeleng. "Tidak. Saya akan menunggu di sini."
"Anak Kepala Desa itu dulu primadona di desa ini. Dia pergi ke kota selama empat tahun untuk kuliah. Dan--"
"Kenapa tiba-tiba Engku membahas anak kepala desa? Engku suka dia?" sela Halima. Sangat tumben suaminya itu membahas tentang perempuan.
"Dulu sempat, sekadar kagum."
Halima menatap datar pada Mazhar. "Kalau Engku ingin menguji saya dengan membahas perempuan lain, saya tidak akan cemburu karena saya tidak mencintai Engku. Sampai saat ini saya masih mencintai Malwiz."
" .... "
Halima langsung menutup mulutnya. Tidak seharusnya ia berkata seperti itu pada Mazhar. Namun, ekspresi Mazhar tidak berubah dan tetap datar.
"Saya pergi dulu, assalamualaikum," ucap Mazhar seraya beranjak dari duduknya dan berlalu.
"Tunggu!" Halima ikut beranjak dan mengekori Mazhar. "Saya tidak bermaksud ...."
"Jam lima saya akan kembali ke sini," ujar Mazhar tanpa menghiraukan perkataan Halima.
Sementara di rumah Kepala Desa sudah ramai karena warga yang datang ke acara syukuran tersebut. Mazhar hadir di tengah-tengah mereka sebagai pembaca doa. Saat acara makan-makan berlangsung, Kepala Desa membawa anak gadisnya yang dulu disebut-sebut sebagai primadona desa itu keluar agar warga dapat melihatnya. Gadis itu tersenyum ramah pada semua orang yang ada di sana, tak terkecuali Mazhar.
"Ternyata Kemuning tetap cantik, bahkan tambah cantik setelah dewasa."
"Rancak bana primadona desa Seduraja ini."
"Tapi saya rasa lebih rancak istri Engku Mazhar daripada Kemuning."
"Betul lagi, Cik Halima memang lebih rancak. Tapi sudah menjadi milik Engku Mazhar, tidak sopan kita banding-bandingkan beliau dengan Kemuning."
"Kalau saja Cik Halima belum menikah, pasti akan ada dua primadona di desa ini yang menjadi rebutan."
"Kemuning ini bak putri raja, sedangkan Cik Halima bidadari. Sama-sama rancak, tetapi berbeda tingkatannya."
Mendengar nama istrinya menjadi perbincangan pemuda-pemuda desa, Mazhar berdeham agak keras. Membuat pemuda-pemuda itu terdiam seketika. Ia tidak suka dengan obrolan mereka yang memuji kecantikan Halima dan membanding-bandingkannya dengan Kemuning.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mazhar Alkhalifi ✓
FanfictionOrang-orang desa memanggilnya Engku Mazhar. Lelaki alim yang dimuliakan dan dianggap guru besar di desa Seduraja. Suatu hari, seorang gadis yang tidak ia kenal tiba-tiba memfitnah dan menuduh Mazhar telah melecehkannya. Namun, warga desa justru tida...