🌺 • Khadijah Ihdizar

7.2K 668 58
                                    

Kenapa yang komen makin dikit? (ノ`Д´)ノ












Setelah Halima menceritakan tentang Kemuning yang terjatuh karena tumpahan minyak di dapur, Mazhar akhirnya mengecek CCTV yang ada di dapur. CCTV tersebut membuktikan bahwa Kemala lah yang menumpahkan minyak di dapur dan membuat Kemuning celaka. Kemuning harus menginap di rumah sakit selama dua hari karena gegar otak ringan.

"Sebenarnya apa motifmu melakukan itu, Kemala?" tanya Ja'far, ia sedang mengintrogasi Kemala di ruang tamu bersama Mazhar, Malwiz, Halima, dan juga Kemala yang baru pulang dari rumah sakit.

Kemala terdiam, jika mengatakan yang sebenarnya bahwa dia ingin mencelakakan Halima, Ja'far pasti langsung mengusirnya. Ia menggerutu dalam hati, kenapa dirinya tidak menyadari kalau ada CCTV di dapur.

"Kenapa diam? Di CCTV terlihat kalau kau sengaja melakukannya," timpal Malwiz karena Kemala tak kunjung bicara.

"Perbuatanmu sangat fatal dan sudah memakan korban. Karena kau Kemuning sampai harus dirawat di rumah sakit karena gegar otak," ujar Ja'far yang masih tenang.

Sementara Halima hanya diam sambil mengelus perutnya yang terasa sakit, namun masih samar. Ia yakin Kemala sengaja menumpahkan minyak agar dirinya celaka karena kemarin ia dan Kemala sempat bertengkar. Tetapi Halima tidak ingin asal menuduh.

Ja'far menghela napas panjang. "Sebaiknya kau mencari tempat tinggal baru. Saya tidak bisa mentolelir kesalahan yang berakibat fatal seperti ini," ujarnya kemudian.

"Tapi, Paman ...." Kemala tidak mau pindah. Kalau dirinya keluar dari rumah tersebut, ia tidak akan bisa mendekati Mazhar lagi. "Saya janji tidak akan mengulanginya, tolong jangan menyuruh saya pindah."

"Keputusan saya sudah mutlak. Kau harus pindah, katakan kalau uangmu kurang, saya akan belikan apartemen atau semacamnya untuk tempat tinggalmu," ujar Ja'far yang masih berbaik hati. Mengingat Kemala tetaplah keponakannya.

Kemala hendak menyela lagi, tetapi Halima tiba-tiba berdiri dari duduknya dengan kening yang berkerut menahan sakit.

"Ada apa, Hali?" tanya Mazhar.

"Perut saya sakit, sepertinya sudah waktunya dia lahir, Engku," adu Halima.

"Tunggu sebentar, saya ambil kunci mobil," Mazhar langsung bergegas mengambil kunci mobil di kamar.

"Lalu bagaimana dengan saya, Paman? Tolong jangan usir saya," ujar Kemala dengan nada memohon.

"Saya tidak akan mengatakannya dua kali, Kemala. Keputusan saya tidak berubah," ujar Ja'far sambil merangkul Halima meninggalkan ruang tamu.

"Saya juga ingin ikut," ujar Kemuning yang hendak beranjak.

Tapi Malwiz menahan bahu Kemuning. "Jangan konyol. Kau tidak boleh ke mana-mana."

"Tapi--"

"Berani melawan saya?" potong Malwiz.

"Tidak," sahut Kemuning, lalu menghela napas sebal sambil cemberut.

Tak lama kemudian, Mazhar keluar kamar dan melangkah terburu-buru ke teras, membukakan pintu mobil untuk istrinya. Dengan dibantu Ja'far, Halima duduk di samping kursi kemudi.

"Hati-hati di jalan. Ayah akan menyusul setelah rapat siang nanti," ujar Ja'far.

"Baik, Ayah," sahut Mazhar.

***

Beberapa saat kemudian. Halima sudah berada di ruang bersalin dan sedang menunggu pembukaan kesepuluh. Halima gelisah dan tidak bisa diam. Ia terus mondar-mandir sambil mengelus perutnya yang sakit.

Mazhar Alkhalifi ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang