🌺 • Sedikit Badai

8K 814 37
                                    

Terpantau semakin sepi, padahal aku udah up tiap hari 🤏🏻






Sebulan berlalu, Halima memang biasa saja dan sudah menerima takdir bahwa dirinya sulit memiliki keturunan. Namun, ada kalanya ia merasa kesepian dan ingin menimang anak seperti ibu-ibu lain di luaran sana. Itu membuat Halima sedih dan merasa bersalah pada Mazhar karena tidak bisa memberi suaminya itu keturunan.

Karena banyak dari kalangan wanita yang menyukai suaminya, Halima jadi kepikiran. Walaupun Mazhar selalu meyakinkan bahwa ia tidak kecewa, Halima tetap takut suatu saat Mazhar akan meninggalkannya dan mencari perempuan lain yang bisa memberinya keturunan. Terkadang saat memikirkan itu, Halima sampai menangis tanpa sepengetahuan suaminya.

Saat ini, Halima sedang bersantai sendirian di ruang tamu rumahnya. Mazhar sedang pergi ke suatu tempat untuk mengisi kajian. Beberapa saat kemudian, seorang penjaga rumahnya masuk dan memberitahukan bahwa di luar sedang Malwiz yang ingin bertemu dengan Halima.

Awalnya Halima tidak berani karena Mazhar pasti tidak mengizinkannya bicara berdua. Tetapi karena ada penjaga di luar, Halima akhirnya keluar menemui mantan tunangannya itu. Halima berjalan menuju pagar gerbang, Malwiz berdiri di luar dan tidak berniat masuk.

"Mau apa kamu ke sini?" tanya Halima tanpa basa-basi.

"Ternyata kau lemah kandungan. Ada untungnya saya tidak jadi menikah denganmu," ujar Malwiz.

" .... " Halima tidak menyahut dan diam dengan tangan yang mengepal kuat.

"Wanita yang tidak bisa punya anak harusnya diceraikan saja. Tidak ada gunanya memiliki istri yang tidak bisa hamil." Malwiz lanjut mencela Halima.

Halima menahan tangis. "Apa kamu ke sini hanya untuk menghina saya?"

Malwiz tersenyum licik. "Halima, Halima ... tunggu saja, suatu saat Mazhar akan bosan dan meninggalkanmu."

"Tidak! Engku Mazhar tidak akan meninggalkan saya. Jangan samakan dia dengan dirimu!" ujar Halima tak terima.

"Kau terlalu bodoh, mana ada lelaki yang tahan dengan perempuan mandul."

"Saya memang sulit punya anak, tapi saya tidak mandul!" seru Halima tanpa mampu membendung air matanya lagi. Ia langsung berlari ke dalam rumah.

Sementara Malwiz langsung diusir oleh penjaga rumah.

Halima tidak habis pikir, Malwiz tega berkata demikian dan menyakiti perasaannya. Kalimat yang dilontarkan oleh Malwiz tadi terus berputar di kepala Halima. Ia takut suatu saat nanti Mazhar benar-benar akan meninggalkan dirinya.

***

Jam lima sore, Mazhar baru pulang ke rumah. Saat masuk ke kamar, Mazhar terkejut melihat rupa kamarnya yang berantakan. Halima tidak ada, entah ke mana istrinya itu, Mazhar tidak tahu. Ia bergegas kembali ke luar dan menanyakan perihal istrinya pada penjaga rumah. Mereka mengatakan dengan jujur kalau tadi Malwiz sempat datang dan mencela Halima. Lalu tak lama kemudian, Halima pergi dengan alasan ingin ke rumah orang tuanya.

Mazhar pun langsung bergegas ke rumah orang tua Halima. Namun, sesampainya di sana orang tua Halima mengatakan putri mereka tidak ada datang. Itu berarti Halima berbohong. Orang tua Halima pun jadi khawatir, ke mana putri mereka pergi?

Jessen mencoba melacak keberadaan Halima melalui ponselnya, tetapi tidak bisa. Lokasi terakhir Halima adalah stasiun kereta.

Firasat Mazhar mengatakan kalau Halima pergi ke desa Seduraja. Ia langsung pamit pada orang tua Halima, hendak menyusul istrinya. Dalam hati ia marah karena Halima pergi tanpa seizinnya, terlebih perginya ke tempat yang jauh tanpa didampingi siapa pun. Ia juga merutuki diri sendiri karena tidak kepikiran membeli ponsel hingga tidak bisa menghubungi istrinya di saat seperti ini.

Mazhar Alkhalifi ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang