Bab 6

298 9 0
                                        

Bab 6 🍁 Ingkar Janji

Kulalui hari ini dengan senyuman, ketika mengingat pertemuan singkat dengan Mas Haris pagi tadi. Sungguh hati ini sangat bahagia, saat bisa melihat wajahnya meski hanya sesaat.

Rasa rindu ini masih menggunung, berharap bisa menatap kembali wajah tampannya. Sungguh tubuh juga merasa lelah, kala pekerjaan hari lumayan banyak.

Ketika mengingat ucapan Mas Haris dalam telepon tadi siang, mengajakku bertemu. Dia berjanji, akan mengusahakan waktu untuk bertemu.Rasa lelah pun dalam diri ini tiba-tiba sirna, dan berharap jam kerjaku cepat selesai.

Tanpa terasa waktu berlalu dengan cepat, lima menit lagi waktu jam pulang kerja. Saat selesai berganti pakaian, tiba-tiba Putri datang dengan mengagetkanku.

"Hayoo ..." teriak Putri sedikit keras, dan itu membuatku kaget.

"Kamu ini, ngagetin saja!" jawabku sambil memegangi dada.

"Maaf, Na. Wah, yang sudah siap ingin bertemu tunangan, nih," goda Putri seperti biasa, ketika aku akan bertemu Mas Haris.

"Iya, dong. Kangen tahu sama dia, soalnya beberapa hari ini Mas Haris sibuk terus. Bahkan dia juga jarang menghubungiku," aduku dengan wajah murung.

Ketika mengingat Mas Haris yang selalu sibuk dengan pekerjaannya, atau ada hal lain yang tidak kuketahui.

"Masa, bukannya Mas Haris selalu mengutamakan kamu, Na? Setahuku dia amat mencintai kamu, bukankah seperti itu yang biasanya sering kamu ceritakan padaku?"

"Kalau Mas Haris pria yang baik, perhatian dan lain-lain. Hingga tanpa sadar aku merasa iri, dan ingin mendapatkan pria seperti Mas Haris, tunangan kamu," ucap Putri iba, atas apa yang kuucapkan tadi. Namun, entah mengapa ucapannya tadi membuatku tidak nyaman.

Sesaat aku memperhatikan wajah Putri, yang tiba-tiba berubah. Dia seolah mengejekku dan mengharapkan apa yang kumiliki.

Dengan cepat kuhilangkan prasangka buruk pada Putri, dia adalah sahabat yang sudah kuanggap sebagai saudaraku sendiri. Aku yakin dia tidak akan membuatku kecewa nantinya.

"Iya, itu dulu. Sebelum malam it---, ups."

Tiba-tiba aku tersadar akan sesuatu, bibir ini hampir saja keceplosan mengungkapkan hal yang tidak semestinya kuceritakan pada Putri.

"Malam apa, Na. Apakah terjadi sesuatu padamu dengannya?" tanya Putri dengan ekspresi penasaran.

"Ah, tidak ada apa-apa, Put. Hanya masalah kecil, jangan dipikirkan. Ya sudah, aku bersiap dulu soalnya aku harus cepat bertemu dengan Mas Haris," ucapku bohong dan mengalihkan pembicaraan.

"Tapi, Na. Aku penasaran, dengan ucapan kamu yang tadi? Ayo kasih tahu. Apa yang sudah terjadi antara kamu dengan Mas Haris?"

"Jawab, Na. Rasanya sangat penasaran, nih , biasanya tanpa kupinta cerita pun. Kamu akan menceritakan semua tentang yang kamu alami."

"Tapi sekarang sepertinya kamu mulai berubah, tidak lagi mau berbagi apa yang kamu rasakan, padaku, Na," tanya Putri beruntun, dengan nada menuntut penjelasanku.

"Bukan seperti yang ada dalam pikiranmu, Putri. Jangan salah paham, ya, hanya saja aku masih belum siap,'' jawabku sambil memegang kedua tangan Putri.

"Baiklah, akan kutunggu hingga kamu siap," ucap Putri dengan nada datar, setelah itu ia pergi tanpa senyuman seperti biasanya.

Kenapa dengannya? Kenapa dia tidak tersenyum? Apa aku tadi mengatakan hal yang menyinggung perasaannya, semoga saja tidak.

Setelah selesai berias sedikit dan siap dengan urusan penampilan, aku pun pergi ke restoran untuk bertemu dengan Mas Haris.

Sore ini aku ingin terlihat lebih menarik, dengan kekasih hati. Karena kata orang tua, jika kita mau merias diri dan terlihat cantik dihadapan pasangannya.

Pasti sang pria tidak akan mencari wanita lain, yang ada sang pria akan lebih mencintai wanitanya. Sekarang itu yang kulakukan sekarang. Aku berharap Mas Haris akan setia padaku, dan tidak melirik wanita lain selain aku.

Egois memang, karena aku tidak mau cintaku terbagi dengan wanita manapun kecuali wanita yang melahirkannya.

Setelah keluar dari ruang karyawan aku mulai mencari Putri, tapi sudah sepuluh menit mencari tidak ketemu juga.

Akhirnya kuputuskan pergi tanpa berpamitan padanya, toh dia juga sudah tahu apa agendaku sore ini.

Kulajukan motor di tengah padatnya lalu lintas sore, saat jam pulang kerja seperti ini tidak pernah sepi. Namun, aku tidak peduli.

Tujuanku cuma satu, sampai dengan selamat ke tempat yang sudah di janjikan. Tak sadar senyum ini mengembang di bibirku.

Bunyi klakson beradu nyaris kuabaikan. Rasa tak sabar bertemu lebih membuat degub jantungku berpacu, bayangan Mas Haris menanti di sana sudah melekat di mata.

***
Kuparkirkan motorku, lalu berlari kecil memasuki restoran di mana Mas Haris sedang menunggu. Sesampai di dalam mulai kuedarkan pandangan mata ini, mencari keberadaannya.

Namun, aku tidak menemukan Mas Haris. Jika sebelumnya senyuman di wajah ini mengembang tanpa di minta, kini yang ada raut wajah kecewa.

Aku mulai mengambil tempat duduk, yang bisa melihat langsung arah pintu restoran. Agar aku bisa leluasa melihat, apakah yang masuk adalah Mas Haris.

Saat aku sedang melamun, memikirkan kenapa Mas Haris belum juga datang. Padahal dia sendiri yang meminta bertemu, tiba-tiba ada suara pelayan restoran yang mengagetkanku.

"Mbak, mau pesan apa?" tanya wanita muda dengan ramah.

"Tolong buat Orange jus saja, ya. Terima, kasih," jawabku tidak kalah ramah.

"Baik, tolong tunggu sebentar, ya," pamit pekerja restoran.

"Iya," jawabku sambil tersenyum.

Tidak sampai sepuluh menit, minuman yang kupesan sudah di sajikan. Namun, Mas Haris belum juga datang. Hati ini mulai resah, dan bertanya di manakah dia saat ini?

Kukeluarkan ponsel dari dalam tas, lalu mulai menghubunginya. Tersambung, tetapi tidak di angkat.

Kuulangi lagi, dan berharap dia mau mengangkatnya. Namun, tetap sama hanya nada sambung yang terdengar.

Kenapa kamu berubah, Mas? Kenapa kamu selalu mengabaikan teleponku?

Aku terus bertanya-tanya kenapa Mas Haris tidak mengangkat teleponku, apakah saat ini dia masih sibuk bekerja.

Tapi, ini 'kan sudah selesai Sholah magrib. Masa kantor masih buka, atau 'kah hari ini dia lembur. Tapi, kenapa dia tidak menghubungiku dulu. Agar aku tidak menunggu seperti orang bodoh seperti ini.

Kucoba menunggu dengan sabar, sambil kukirimi dia pesan. Karena aku masih yakin, kalau Mas Haris tidak akan mengecewakanku.

Aku yakin pasti dia akan datang, meskipun telat. Namun, hati kecil ini tidak yakin, apakah dia ingat akan janjinya ingin berjumpa denganku.

[Mas ... kamu di mana? Aku sudah lama menunggu kamu, cepat datang, ya.] kirim.

[Mas, kok tidak di balas pesanku. Apa masih sibuk. Kalau sibuk tolong kasih tahu, biar aku tidak menunggu seperti ini.] kirim.

[Mas Haris, balas dong. Aku masih di restoran ini! Apa Mas bisa datang atau tidak.] kirim

Sudah beberapa pesan yang kukirim, tapi tidak satu pun Mas Haris balas. Aku mulai kecewa, dan penasaran apa yang sedang dia lakukan saat ini. Kenapa dia tega mengecewakan aku seperti ini.

Bersambung

Rahasia Cinta sena AnjaniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang