🍁 Debaran Hati
"Aku bisa jalan sendiri. Tidak perlu menuntunku seperti ini, Tuan," ujarku pelan.
"Panggil namaku saja, Sena. Jangan panggil Tuan lagi, turuti kataku dan jangan membantah!" jawabnya tegas sembari menghentikan langkahnya sebentar.
Lalu melanjutkan langkahnya kembali, tanpa melepaskan tanganku dari genggamannya.
Kulihat dia membuka pintu, lalu menyuruhku untuk duduk di kursi samping kemudi. "Bisakah aku duduk di belakang saja," tawarku padanya.
"Aku bukan supir kamu, jadi duduk di sampingku" jawabnya datar.
"Ahh ... aku lupa, bisakah untuk kali ini kamu yang mengendarai mobilnya. Karena tanganku sedang terluka," lanjutnya, sembari memperlihatkan tangan tangannya yang memang terluka.
Bahkan terlihat darah masih mengalir di punggung tangannya. Kenapa aku tidak melihat luka Narendra, sedari tadi, ya?
Dasar bodoh, tentu saja aku tidak memperhatikan lukanya, karena sedari tadi aku dan dia selalu bertengkar.
Sesaat aku panik, kupegang tangannya yang terluka. Aku binggung harus melakukan apa, untuk mengobati lukanya.
Akhirnya kupuskan ingin mencari obat di apotek terdekat. Aku pun beranjak, ingin pergi ke apotek.
Namun, langkahku terhenti ketika tangan kiri Narendra meraih tanganku. "Mau kemana?" tanyanya.
"Mau mencarikan obat untuk mengobati luka kamu, tunggu di sini sebentar," jawabku jujur.
"Tidak perlu, nanti saja aku obati di rumah," ujarnya enteng, dan itu membuatku tidak suka.
''Jangan meremehkan luka dalam tubuhmu, meskipun itu hanya luka kecil. Tunggu di sini sebentar, aku akan cepat kembali," jawabku kesal, setelah itu aku mulai membalikkan badan dan berniat melangkah pergi.
Namun, tiba-tiba tubuhku menengang dikala Narendra memelukku dari belakang. Aku hanya bisa diam membatu, pelukannya begitu hangat berbeda dengan pelukan sebelumnya.
"Jangan pergi, tetaplah di sini. Luka ini hanya luka kecil untukku, aku tidak apa-apa, Sena. Jadi jangan pergi meninggalkanku sendiri," bisiknya lembut, tepat di samping telingaku.
"Ta--tapi aku hanya pergi sebentar, Naren--Narendra," gugupku, membalas ucapannya dan untuk pertama kali aku memanggil namanya. Tanpa memanggil nama Tuan lagi.
Narendra yang mendengar aku memanggil namanya, langsung membalikkan tubuhku. Hingga kami berhadapan dalam jarak yang begitu dekat, bahkan embusan napasnya bisa kurasakan.
"Ulangi lagi, saat kamu memanggil namaku, Sena," pintanya, dengan nada lembut. Dia seperti bukan Narendra yang kukenal biasanya, yang suka marah dan berkata kasar.
"Narendra ...," panggilku lagi, menuruti kemauannya.
Kulihat binar bahagia di matanya, bahkan senyuman kecil pun terbit di bibirnya. Setelah itu, dia membawaku ke dalam pelukannya kembali.
Saat aku melihat senyumannya tadi, walaupun hanya sesaat membuat debaran dalam diriku.
Entah mengapa jantungku tiba-tiba berdebar sangat kencang, hingga aku takut Narendra bisa mendengar debaran jantungku.
"Aku senang, bisa mendengarmu memanggil namaku," bisiknya lembut sembari mengeratkan pelukannya.
"Bisakah kita pulang saja, karena ini sudah malam dan luka di tanganmu juga harus cepat di obati," ujarku, mengalihkan pembicaraan agar Narendra mau melepaskan pelukannya.
Aku bisa mati berdiri, jika dia terus memelukku seperti ini.
Apalagi debaran jantungku semakin bertalu, ketika dia enggan melepaskan pelukannya, dan itu membuatku binggung harus melakukan apa?
![](https://img.wattpad.com/cover/235291126-288-k684901.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Rahasia Cinta sena Anjani
General FictionSebuah insiden kecelakaan, membawa kehidupan Sena Anjani ke dalam titik terendah. Kehilangan putranya yang baru beberapa tahun ia lahirkan, membuat ia hampir gila. Kesedihan Sena, bertambah ketika tunangannya yanh ia lindungi tega mengkhianati cinta...