🍁 Putusan
Dalam ruangan persidangan di salah satu pengadilan di Jakarta, aku duduk dengan menggunakan pakaian tahanan dan saat ini tanganku telah di borgol.
Aku menunduk, dengan mata yang berkaca-kaca menoleh ke samping di mana Ibu dan Rina duduk memberiku dukungan. Tidak jauh dari Ibu ada papa dan mama Mas Haris juga turut hadir memberikan dukungan untukku.
Kucari sosok sahabatku Putri, tapi tidak kutemukan dia dalam ruangan. Aku pun sudah tidak berharap banyak padanya, apa dia masih punya empati atau tidak aku pun tidak peduli lagi.
Sedangkan Mas Haris duduk di meja sisi kananku, dia terus memandang dengan pancaran mata kesedihan.
Aku tahu Mas Haris berulang kali memintaku untuk membatalkan laporan yang kubuat, tapi berulang kali juga aku menolaknya.
Di meja sisi kiri telah duduk pengacara, yang di tunjuk oleh keluarga Mas Haris untuk membelaku dan saat ini aku tengah duduk di samping pengacaraku.
Untuk beberapa saat sebelum hakim datang, aku berdoa. Semoga putusan nanti, hakim tidak memberikan hukuman yang berat padaku.
"Hadirin, harap berdiri," ucap salah satu staf di bawah meja hakim, mengingatkan kami dalam ruangan untuk berdiri. Saat hakim mulai memasuki ruangan persidangan.
Kami semua yang berada di ruangan sidang langsung berdiri, setelah hakim duduk. Kami semua di persilahkan duduk kembali.
"Silahkan duduk," lanjut staf , setelah itu kami semua duduk kembali.
Hakim mulai membacakan berkas kasusku. "Sekarang mari kita mulai persidangan, dalam kasus kecelakaan nomer 205. Kasus tabrak lari."
"Tersangka Sena Anjani, silahkan maju," ucap hakim, sembari mempersilahkanku duduk kursi di depan hakim.
Aku melangkah pelan, menuju kursi yang sudah di siapkan di depan hakim. Setelah duduk aku menunduk, hanya bisa mempermainkan jari-jariku. Mencoba menghilangkan rasa sesak yang mulai mulai menghimpit dada.
Entah mengapa dalam pelupuk mata ini mulai menggenang air mata yang bersiap akan tumpah, aku mencoba untuk kuat dan meyakinkan diri ini bahwa semua akan baik-baik saja.
Sesaat kulihat, Mas Haris yang berpakaian sebagai jaksa penuntut dalam kasus ini. Mulai berjalan ke depan dan saat ini sudah berada tepat di hadapanku.
Dia mulai melakukan tugasnya sebagai jaksa, aku sama sekali tidak mau memandangnya. Bukan karena aku mulai menyesal atau membencinya, tetapi aku tidak mau dia goyah dan memberitahu yang sebenarnya pada hakim.
"Jika saja kamu lebih berhati-hati, dalam mengendarai mobil. Tentu, seseorang bisa terselamatkan."
"Karena ketidakhati-hatian tersangka Sena Anjani, telah merenggut nyawa seorang wanita dan juga ...."
"Bahkan nyawa seseorang yang belum sempat melihat dunia."
"Ini adalah fakta dan semua bukti mengarah padanya, oleh karena itu kami menuntut tersangka Sena Anjani dengan hukuman penjara selama 5 tahun penjara," ucap Mas Haris, yang mewakili keluarga korban menuntut hukuman selama 5 tahun penjara.
Aku hanya bisa menutup mata, ketika mendengar tuntutan hukuman yang akan di ajukan Mas Haris padaku. Tanpa sadar air mata yang sedari tadi kutahan, akhirnya tumpah.
Aku juga mendengar suara tangisan Ibu dan Rina teman kerjaku, yang berada tidak jauh dari tempat yang kududuki. Sedangkan pengacara yang menangani kasusku, mulai membelaku dengan segala usaha yang dimiliki.
Namun, tetap saja semua bukti kesalahan mengarah padaku. Karena aku sendiri yang memberikan bukti yang sengaja kupalsukan.
Sidang di tunda selama dua jam, setelah itu di lanjutkan kembali dengan agenda pembacaan putusan hakim. Selama dua jam ketiga hakim berembuk, menimbang dengan semua bukti yang ada.
Akhirnya ketua hakim pun memutuskan, memberikanku hukuman selama 5 tahun penjara . Atas dakwaan kesalahan saat aku mengendarai mobil, dengan tidak berhati-hati lalu menyebabkan seseorang kehilangan nyawanya.
Ketukan palu pun terdengar, aku hanya bisa pasrah dan harus kuat. Karena semua ini adalah pilihanku, semoga apa pun yang kulakukan saat ini bisa berbuah manis di masa yang akan datang.
Ya, aku berharap Mas Haris akan mengingat pengorbananku saat ini. Semoga dia bisa menjaga hati dan juga cintanya hanya untukku.
***
Setelah persidangan dan berpisah dengan Ibu, Mas Haris dan semua orang tadi. Kini aku mulai memasuki penjara wanita, dengan di dampingi kedua sipir perempuan.
Tanganku sudah tidak terborgol lagi, dan saat ini aku membawa tas yang berisikan beberapa setel pakaian ganti. Sepanjang jalan menuju tempat yang akan menjadi tempatku nanti, aku berdoa semoga bisa bertemu dan sekamar dengan orang-orang baik.
Akhirnya aku sampai di ruangan salah satu sel wanita, di dalam sel itu terdapat 5 orang wanita.
"Ini adalah tempat kamu sekarang, jangan berbuat ulah dan ikuti tata tertib di sini," ucap salah satu sipir wanita yang ada di samping kiriku.
"Baik. Bu," jawabku sedikit menunduk.
"Hai, kalian. Jangan berbuat ulah,'' peringat sipir yang lain, setelah itu keduanya mulai meninggalkanku sendirian.
Aku mulai memasuki ruangan yang tidak terlalu besar itu, ketika baru masuk. Salah satu dari mereka mulai mendekatiku.
"Wah, kedatangan kawan baru nih! Enaknya kita apain, ini orang?" ucap salah satu wanita yang berambut keriting.
"Dia di hukum karena apa, ya?" tanya wanita yang berambut pendek.
"Kudengar dia habis membunuh orang, jadi kita harus waspada pada wanita ini," jawab temannya.
Setelah itu, mereka membullyku. Mulai menarik rambut, menampar dan menyuruhku untuk membersihkan seluruh kamar, hingga malam tiba dan lelah merasuk raga. Akhirnya aku jatuh tertidur.
Aku hanya bisa pasrah, karena tidak ingin membuat masalah dengan mereka.
***
Tanpa terasa sudah hampir dua bulan aku dalam penjara, semua kujalani dengan ikhlas meskipun itu sangatlah berat. Saat aku baru memasuki penjara waktu itu, teman sekamarku yang dulunya tidak menyukaiku.
Kini, mereka mulai menyukai kehadiranmu. Meskipun tidak semua, setidaknya mereka sudah tidak kasar lagi padaku dan itu membuatku senang dan bersyukur.
Pagi ini kami melakukan olahraga rutin, agar kami tetap sehat. Saat matahari mulai beranjak naik, tiba-tiba kurasakan kepalaku mulai berputar dan mataku berkunang-kunang.
Keringat dingin mulai bercucuran, setelah itu gelap yang kurasakan. Saat sadar aku sudah berada dalam ruang kesehatan, dokter yang memeriksa. Mengatakan kalau saat ini aku telah mengandung.
"Kamu sudah telat berapa bulan?" tanya dokter ramah.
"Ya, Dok?" jawabku yang masih belum mengerti.
"Saat ini kamu tengah mengandung, dan usia kandungan kamu itu baru berjalan dua bulan. Jadi hati-hati saat melakukan semua pekerjaan, ya. Harus selalu jaga kesehatan," dokter menjelaskan tentang kehamilanku, dan itu membuatku kaget.
Sesaat terselip rasa bahagia sekaligus sedih, karena dia hadir di saat yang tidak tepat. Ketika posisiku masih dalam penjara.
Namun, aku tidak membenci kehadirannya, yang ada aku malah bersyukur karena ini adalah anugerah Allah dan harus kujaga.
Tanpa sadar taganku mulai meraba perut yang masih rata, rasanya seperti mimpi hingga membuat senyuman dalam bibir ini.
"Terima kasih, Dokter. Baik saya akan menjaganya dengan baik," jawabku dengan senyuman tulus.
"Kamu boleh istirahat lagi, saya tinggal dulu," pamit dokter.
"Iya ... sekali lagi terima kasih banyak, Dokter," jawabku sembari mengganggukkan kepala.
Setelah dokter keluar, aku berbaring kembali. Sesaat aku teringat wajah Mas Haris, rasanya tidak sabar menunggu hingga hari minggu dan cepat memberitahunya.
Di saat dia berkunjung nanti, aku akan memberitahu kabar gembira ini. Kalau sebentar lagi, dia akan menjadi seorang ayah.
Bersambung.
![](https://img.wattpad.com/cover/235291126-288-k684901.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Rahasia Cinta sena Anjani
General FictionSebuah insiden kecelakaan, membawa kehidupan Sena Anjani ke dalam titik terendah. Kehilangan putranya yang baru beberapa tahun ia lahirkan, membuat ia hampir gila. Kesedihan Sena, bertambah ketika tunangannya yanh ia lindungi tega mengkhianati cinta...