16 - Bad In The Good News

529 46 6
                                    

"Dokter Hadja sudah selesai dengan rekam medisnya, kah?" Seorang perempuan dengan jas putih panjang khas dokter residen menghampiri Hadja yang baru saja selesai memasukkan rekam medis pasien ke pusat data rumah sakit.

Hadja menoleh ke sumber suara, melihat wajah tak asing berdiri di hadapannya. Kini mereka berada di meja resepsionis departemen bedah.

"Sudah. Ada apa?" tanya Hadja.

"Ini sudah jam istirahat. Saya ingin mengajak Dokter makan siang bersama saya." Perempuan itu adalah Shika, residen tahun pertama di departemen bedah.

"Kenapa kamu sering mengajakku untuk makan bersama?" tanya Hadja. Tidak, ia tidak marah, nada bicaranya juga datar seperti biasa. Hadja berbicara layaknya bagaimana ia biasa berbicara dengan semua orang.

Shika tertawa kecil, "Karena Dokter tidak pernah mengiyakan."

"Lebih baik makan dengan rekan seangkatanmu daripada bersamaku."

"Tentu dengan mereka sering, tetapi saya sesekali juga ingin makan bersama Dokter Hadja," ujar Shika.

Belum sempat Hadja membalas perkataan Shika, dari arah lorong datanglah perempuan lain yang juga tak asing. Wanita itu tiba-tiba ikut masuk ke dalam percakapan antara Hadja dan Shika.

"Maaf, tapi sayangnya siang ini Hadja ada urusan denganku."

Wanita itu adalah Calyn yang datang dari departemen ilmu penyakit dalam. Tentu tujuannya kemari adalah menemui Hadja. Namun, sebenarnya Hadja tak mengingat jika dirinya memiliki urusan dengan Calyn siang ini, apakah ia melupakan sesuatu? Tidak, Hadja selalu berhati-hati ketika memiliki janji dengan seseorang—setidaknya sejak saat ini.

Wajah Shika yang semula dihiasi senyum manis seketika berubah begitu Calyn mengakhiri kata-katanya. Jika diperhatikan seksama, maka akan terlihat dalam raut wajah Shika jika ia terganggu dengan kehadiran Calyn.

Meskipun Hadja merasa bingung dan tak yakin, ia tetap mengiyakan perkataan Calyn. Seolah dari awal mereka memang memiliki janji.

"Baiklah kalau begitu. Saya permisi." Tanpa senyuman, Shika undur diri dari hadapan Calyn dan Hadja.

Terus dan terus, keinginan Shika untuk makan hanya berdua dengan Hadja gagal. Ia menggerutu dalam hati, hanya ingin makan berdua saja sesulit ini. Memang sih, Shika tak pernah melihat Hadja makan hanya berdua dengan perempuan kecuali Calyn. Namun jika makan berdua saja tak pernah terlaksana, bagaimana caranya mendekati dan membuat Hadja jatuh hati?

"Memangnya kita punya urusan, ya?" tanya Hadja.

Calyn tertawa. "Tidak ada." Jawaban itu membuat Hadja mengerutkan keningnya bingung. "Aku ke sini cuma mau ajak kamu makan bareng di kantin departemenku, kamu harus coba menu best seller-nya. Ada waktu nggak?"

Hadja mengangguk menyetujui. "Kalau waktu ada. Tapi kenapa kamu berbohong ada urusan?"

Sebenarnya, alasan Calyn berinisiatif berkata memiliki urusan dengan Hadja adalah karena ia kurang menyukai perempuan bernama Shika tersebut. Tentunya jika orang yang bersama Hadja barusan bukan Shika, Calyn juga tak akan berpura-pura. Rasanya ia ingin menjauhkan Hadja dari Shika, tetapi ia tak berani mengatakannya langsung kepada Hadja karena sepertinya Hadja akan mengatakan bahwa Calyn tak masuk akal, perilakunya tersebut tak berdasar, atau Calyn tak seharusnya bertindak hanya karena firasatnya berkata demikian jika tak bisa dibuktikan secara logis.

"Soalnya aku udah kemari. Lagipula temanku sedang ada kegiatan lain, aku kan tidak suka makan sendiri." Tentu saja Calyn memilih jawaban yang jauh lebih dapat diterima oleh Hadja.

Meskipun sama-sama terdengar dangkal.

***

Grace membawakan sebuah kotak makan berisi nasi dan lauk-pauk bagi Tara yang tengah menemani neneknya. Ini adalah hari ketiga setelah nenek Tara dilarikan ke rumah sakit. Hari ini juga adalah waktu di mana Tara akan mendapatkan hasil pemeriksaan yang telah ia jalani terkait apakah ia dapat menjadi pendonor bagi sang nenek atau tidak.

[SS] - Before YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang