05 - Fainted

1.2K 96 1
                                    

"Di mana Hadja?"

Tidak ada jawaban, orang-orang yang berada di sekitar seorang dokter spesialis bedah tersebut diam. Tatapan matanya menatap tajam dokter residen dan magang yang berada di ruangan istirahat, tapi tetap tidak ada jawaban yang menjawab pertanyaan tersebut.

"Tidak ada yang tahu?" tanya dokter pria paruh baya itu sekali lagi.

"Terakhir saya lihat Dokter Hadja keluar dari ruang operasi dua, Dok. Tapi itu satu jam yang lalu," ucap salah seorang residen junior Hadja.

"Aneh sekali, padahal Hadja tidak pernah terlambat begini. Harusnya sekarang dia ada di ruang ICU," kata Dokter bernama Heddy.

Ketika Dokter Heddy hendak keluar dari ruang istirahat, seorang perawat pria berlari panik menuju ruang istirahat departemen bedah. Hal itu membuat Dokter Heddy terdiam sesaat melihat ke arah perawat tersebut.

"Gawat... tolong—" Ketika mata perawat tersebut bertatapan dengan Dokter Heddy, dia langsung terdiam.

"Ada apa? Kenapa diam?" tanya Dokter Heddy.

Sepertinya dokter berusia lima puluh tahun ini tidak menyadari kalau keberadaannya lah yang membuat perawat muda itu membeku. Dari sekian dokter spesialis di bedah umum, Dokter Heddy adalah yang paling ditakuti. Ia adalah sosok yang sangat tegas, teliti, dan sulit menoleransi kesalahan yang menurutnya tidak seharusnya terjadi. Oleh karena itu, banyak dokter bahkan perawat yang seringkali terkena omelannya.

Mungkin hal itu lah yang membuat Hadja adalah dokter yang paling cocok dan tahan menghadapi Dokter Heddy. Dibanding dokter residen lain, Hadja paling sering bekerja bersama Dokter Heddy. Rekan-rekan Hadja bahkan mengacungi jempol untuk hal tersebut. Meskipun di mata mereka Hadja adalah orang yang sulit bergaul dan didekati, tapi rekan-rekannya mengakui kalau Hadja adalah orang yang sangat pintar, teliti, pekerja keras, dan selalu menyelesaikan semua pekerjaannya dengan baik. Jarang sekali Hadja membuat kesalahan.

"Dokter Hadja pingsan di ruang ganti," ujar perawat pria tersebut.

Dokter Heddy tampak sedikit terkejut mendengar ucapan tersebut. "Apa?"

"Cepat ditolong," ujar Dokter Heddy.

Seorang residen dan dokter magang pria berlari mengikuti perawat yang menemukan Hadja. Mereka segera memindahkan Hadja ke ruang rawat terdekat yang tidak digunakan oleh pasien. Pertolongan segera diberikan kepada Hadja yang tak sadarkan diri.

Beberapa menit berselang—sekitar lima belas menit, Hadja akhirnya sadar. Kepalanya masih terasa berat dan pandangannya pun sedikit kabur.

"Jam berapa ini?" Kata pertama yang Hadja ucapkan setelah sadar.

"Jam sepuluh lewat lima belas, Dok," jawab dokter residen junior Hadja bernama Gerva. Sebenarnya jika dilihat dari usia, Gerva tiga tahun lebih tua dari Hadja.

"Ya Tuhan aku terlambat." Hadja mencoba untuk segera beranjak dari posisinya saat ini.

"Kamu istirahat saja. Tensi darahmu juga rendah." Dokter Heddy yang beberapa menit lalu sempat keluar, kembali menghampiri Hadja.

"Tidak apa-apa, Dok. Jadwal jaga saya hari ini."

"Gerva, kamu keberatan tidak kalau jadwal jagamu ditukar kali ini dengan Hadja?" tanya Dokter Heddy.

"Saya sudah baik-baik saja, Dok. Maaf saya ceroboh," ujar Hadja. Ceroboh yang ia maksud merujuk kepada dirinya yang sempat pingsan.

"Kamu sama sekali tidak terlihat baik-baik saja. Tukar saja, untuk kali ini saya izinkan." kata Dokter Heddy. "Dasar anak muda keras kepala. Padahal kamu juga baru selesai operasi darurat dari semalam."

[SS] - Before YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang