19 - To See Your Smile

634 52 3
                                    

Hadja duduk di dalam mobilnya yang terparkir di tempat parkir khusus dokter. Ia membuka ponselnya, menatap jumlah saldo yang ia miliki di rekening pribadinya. Sangat menyedihkan, saldonya berada di nominal tiga juta. Angka yang dapat dihabiskan oleh Haiden dan Sueny dalam sehari atau hitungan jam.

Tidak, Hadja tak sedang dikenai pemotongan jatah uang dari keluarganya. Di keluarga Saputro, setiap anak akan diberikan jatah uang yang jumlahnya sama rata oleh Harold—sang ayah—sekalipun sudah menikah. Tentu saja di luar itu, mereka diizinkan untuk memakai uang sepuasnya—terutama Sueny dan Haiden—karena kekayaan keluarga Saputro jika diibaratkan tak akan habis tujuh turunan. Namun Hadja tidak demikian, dari uang yang sang ayah berikan, ia akan menyisihkan uang secukupnya untuk memenuhi kebutuhannya sendiri kemudian mendonasikan seluruh sisa uangnya, dan tak pernah meminta uang tambahan apa pun.

Hadja memang tidak memiliki banyak kebutuhan. Kesehariannya dihabiskan di rumah sakit, jika ada waktu libur pun ia akan sepenuhnya berada di rumah atau mengantar ibunya bepergian. Hadja dapat diklasifikasikan sebagai individu dengan gaya hidup sederhana jika dibandingkan dengan apa yang dimiliki oleh keluarga Saputro.

"Aku sudah mendonasikan semua uangku bulan ini, gak ada lagi sisa uang buat itu." Hadja bergumam seorang diri di dalam mobilnya.

Ya, Hadja memang tak punya banyak uang di tabungannya saat ini, uangnya benar-benar terbatas bahkan untuk menghidupi diri sendiri sampai sang ayah memberikan uang lagi. Tabungan? Hadja tak punya tabungan karena ia tak merasakan urgensi memiliki tabungan. Kartu kredit? Hadja juga menolak ketika diberikan kartu kredit. Saham? Ya, dia memiliki saham atas namanya, tetapi Hadja tak ingin menyentuhnya sama sekali karena ia menganggapnya sebagai titipan dari sang ayah untuk dijaga.

Setelah beberapa pertimbangan, Hadja memutuskan untuk melajukan mobilnya untuk menemui kakak keduanya—Hendji—yang sepertinya saat ini sedang berada di gedung holdings Saputro Group. Sayangnya, Hendji memang tidak mengangkat telepon Hadja sehingga Hadja hanya nekat datang ke sana.

Jarum jam di pergelangan tangan Hadja kini menunjukkan pukul sembilan pagi, artinya semalam Hadja menginap di rumah sakit karena ia masih harus berada di tempatnya hingga pukul delapan pagi tadi.

Mobil Hadja selalu hening. Ia tak menyalakan musik, tak berbicara di telepon, bahkan berbicara sendiri saja tidak. Namun pikirannya tiba-tiba saja tertuju kepada Grace, perempuan yang menemani Hadja melewati saat-saat beratnya. Baru kali ini Hadja menunjukkan sisinya yang seperti itu kepada orang lain selain keluarganya, baru kali ini juga ia ditemani oleh orang lain ketika menghadapi situasi tersebut.

Sekitar enam belas tahun lalu, suara ambulans tak henti-hentinya berdatangan memenuhi jalanan tol. Arus kendaraan terhenti total karena puluhan mobil bertubrukan. Kau bisa menghitung lebih dari dua puluh ambulans dari berbagai rumah sakit berkerumun di tempat kejadian kecelakaan beruntun.

Seluruh tubuh Hadja merasakan nyeri yang luar biasa hingga di titik ia seperti mati rasa. Darahnya mengalir deras, tubuhnya tertimpa bagian mobil, bahkan Hadja pun seolah tak mampu lagi merasakan kesadarannya kecuali karena satu alasan, matanya melihat dengan jelas tubuh Pak Sulman yang berlumuran darah. Hadja yakin Pak Sulman sudah tak sadarkan diri, bahkan sepertinya napasnya saja sudah tak lagi berembus.

Hari itu sangat kelam, suasananya menyeramkan. Awan gelap, suara ambulans, teriakan orang-orang menahan rasa sakit, teriakan paramedis yang panik. Semua itu sangat membekas bagi Hadja. Sangat menakutkan. Bahkan, Hadja sudah siap dengan kematiannya pada saat itu. Hadja juga tak dapat lagi merasakan kakinya, sepertinya ia akan kehilangan kakinya atau mungkin nyawanya juga. Kondisinya sangat parah, tetapi semua yang ada di pikiran Hadja hanyalah doa dan harapan agar Pak Sulman selamat.

"Pak Sulman... Bapak harus selamat," kata Hadja, saking parah kondisinya, Hadja bahkan tak yakin apakah ia benar-benar bersuara, hanya menggerakkan bibir, atau yang ia ucapkan hanya terdengar di dalam pikirannya.

[SS] - Before YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang