27 - The Tears For You

173 16 5
                                    

Hadja terdiam di dalam mobilnya yang terparkir di basemen rumah sakit. Seorang diri dalam keheningan. Sudah satu jam mobil Hadja tak beranjak. Hadja hanya diam sedari tadi. Pikirannya kacau balau, tak tertata rapi. Hadja tak tahu tepatnya apa yang ia rasakan saat ini, hanya saja dadanya terasa nyeri.

Terdiam. Hadja sedari tadi hanya terdiam. Perasaan apa ini? Marah? Sedih? Kecewa? Benci?

Hadja menatap paperbag berisi sandal crocs biru yang ia letakkan di kursi penumpang. Meratapi paperbag itu dengan tatapan iba. Hadja tak tahu apa yang perlu ia lakukan dengan benda yang tak bisa ia kenakan itu.

Tak Hadja sangka jika perkataan Grace ternyata memukul dirinya sebanyak ini. Selama ini, Hadja hanya melihat Grace bersikap ramah, mengajaknya berbicara terlebih dahulu, tersenyum kepadanya. Tapi barusan, Hadja tak melihatnya. Sorot mata indah kesukaannya, Hadja tak lagi melihatnya tadi.

Sama seperti waktu itu, Hadja merasakan perasaan tak nyaman ketika melihat Grace menangis. Namun kali ini rasanya jauh lebih tak nyaman karena mengetahui bahwa dirinya lah yang membuat Grace seperti tadi.

Jujur saja Hadja tak tahu apa yang salah dari perilakunya. Yang ia tahu, dirinya telah menyakiti Grace. Memberikan rasa tak nyaman kepadanya. Membuatnya lelah. Membingungkannya.

Waktu itu Hadja bisa melakukan sesuatu untuk membuat Grace tak menangis lagi, kali ini ia pun Hadja akan melakukan sesuatu. Menghindar dari Grace. Ketika keberadaannya menyakitkan, maka yang harus ia lakukan adalah pergi.

"Apa ini?" Hadja tertegun pelan ketika mendapati air mengalir dari pelupuknya.

Tak banyak, hanya beberapa tetes. Apakah dirinya menangis?

Yang benar saja? Serius? Tapi kenapa? Apa yang salah? Hadja bingung kenapa dirinya sampai menitihkan air mata?

Ini bukan hal yang sering terjadi. Tidak bahkan ketika Hadja mengalami kecelakaan. Tidak bahkan ketika Hadja dirundung. Tidak bahkan ketika ia diolok keras-keras. Tidak ketika ia dimarahi dan dicaci habis-habisan. Tidak bahkan ketika Hadja menghadapi kematian pasiennya. Tidak bahkan ketika Hadja berkunjung ke makam orang yang telah mengorbankan nyawanya untuk Hadja.

Yang Hadja tahu hal ini hanya pernah terjadi ketika ibunya mengetahui peristiwa yang Hadja alami semasa sekolah dasar. Ketika dirinya mengetahui dari berita kalau kehidupannya berarti kematian bagi orang lain. Dan saat ini.

Saat ketika Hadja menganggap bahwa dirinya tak diinginkan lagi dałam kehidupan perempuan itu. Semua kata-kata yang Grace lontarkan masih terus terputar ulang dalam pikirannya. Terpatri kata per kata.

Grace tak menginginkannya.

Hanya itu kesimpulan yang bisa Hadja dapatkan. Dan ya, ternyata itu menyakitkan.

***

Jarum jam masih menunjukkan pukul delapan malam, tapi Grace sudah berada di apartemennya. Grace kabur. Ia merasa tak enak dengan koleganya di kafe yang terpaksa harus menggantikannya. Apalagi enam hari ke belakang Grace juga sering tidak berada di kafe karena dia menemani Tara. Grace harus memastikan mereka mendapatkan bonus yang sesuai untuk menggantikan ketidakhadiran dirinya.

Tadi Grace berada cukup lama di atap rumah sakit. Menangis sejadi-jadinya—karena untung saja tak ada siapapun lagi. Saat itu—bahkan hingga kini, matanya benar-benar sembab sehingga Grace bahkan malu untuk pulang menggunakan transportasi umum seperti biasanya. Apalagi untuk kembali ke kafe.

Sekarang setelah Grace selesai menata pikirannya, ia benar-benar menyesal. Apa yang ia lakukan tadi keterlaluan. Kata-katanya jahat sekali.

[SS] - Before YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang