18 - Tenderness

666 57 15
                                    

"Dokter Hadja ... apa yang harus saya lakukan?" tanya Grace panik sekaligus khawatir.

Hadja sama sekali tak menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Sebenarnya, Grace pun kesulitan menahan badan Hadja yang lebih tinggi dan berat dibandingkan Grace. Namun Grace pun dapat melihat dengan jelas bahwa Hadja kesulitan untuk berdiri tegak, kakinya seolah tak mampu menopang tubuhnya sendiri dengan sempurna, padahal beberapa menit lalu Hadja masih berlari untuk mencari keberadaan Grace.

Pandangan mata Grace menatap kursi tunggu yang berada beberapa langkah darinya. "Dokter masih bisa jalan ke sana?" tanya Grace lembut sembari menunjuk kursi tersebut.

Hadja menggeleng dengan cepat. Kakinya benar-benar mati rasa dan seolah tak mampu untuk berjalan. Akhirnya dengan kesusahan, Grace segera membawa Hadja yang masih bertopang kepada bahunya menuju kursi tersebut. Pria itu pasti butuh tempat yang lebih nyaman untuk menenangkan dirinya.

Apa ini? Apakah semacam panic attack? Atau asma? Atau apa? Apa yang menjadi penyebabnya? Grace tak menemukan jawaban tetapi juga tak tega untuk bertanya lebih lanjut.

Napas Hadja semakin memburu ketika ambulans tak kunjung datang, membuat Grace masuk ke dalam situasi yang tak pernah ia tangani. Ia pernah menangani orang yang mengalami asma ketika SMA dulu, tetapi gejalanya sangat berbeda dengan Hadja padahal sama-sama sesak napas. Oh, Hadja juga berkeringat dingin dan tubuhnya terlihat sangat lemas.

Hadja memejamkan matanya, padahal dia yakin bahwa dirinya sudah benar-benar pulih. Namun sepertinya situasi kali ini melebihi dari kapasitas yang bisa Hadja tangani. Bahaya, Hadja bahkan tak lagi membawa obatnya sejak beberapa tahun lalu. Hadja berpikir, bagaimana dirinya akan menangani dan melewati situasi ini?

"Tolong," kata Hadja lirih. Sangat lirih, tak ada bedanya dengar berbisik.

Di tengah rasa takut dan sesaknya, tiba-tiba Hadja merasakan punggungnya disentuh dengan lembut. Tangan itu mengusapnya dengan lembut, menepuk-nepuk sesekali dengan pelan. Seolah ingin menenangkannya. Keberadaan jemari lembut di punggungnya membuat Hadja yang semula menunduk dengan refleks menoleh ke arah Grace. Wajahnya tampak teduh dan menenangkan. Hadja merasakan perasaan aneh lain dalam dirinya. Sesuatu yang tak pernah ia rasakan sebelumnya.

"Dokter tunggu di sini sebentar, ya. Biar saya panggilkan dokter," kata Grace. Sepertinya memanggil dokter memang keputusan terbaik karena Grace tak tahu dirinya harus melakukan apa.

Belum sempat Grace beranjak, tangan Hadja tiba-tiba menahan lengan Grace, seolah mengatakan kepadanya agar tidak pergi. Grace tertegun dan menatap Hadja yang masih tertunduk. Meskipun Hadja tak menatapnya sama sekali, Grace merasakan jantungnya mulai berdegup sedikit lebih kencang. Akhirnya, Grace pun memilih untuk duduk kembali di samping Hadja.

Karena bingung harus bagaimana, Grace kembali meletakkan telapak tangannya ke punggung Hadja, seperti menenangkan seseorang yang tengah menangis. Sebenarnya, tangan Grace tampak ragu untuk menyentuh Hadja. Grace merasa segan, sangat sangat segan, tetapi melihat kondisi Hadja yang tak tampak baik, Grace pun memberanikan diri untuk menyentuh dan menenangkan Hadja, itupun Grace lakukan dengan sangat hati-hati dan lembut, seolah Hadja adalah kaca rapuh.

Hadja masih kesulitan untuk mengatur napasnya yang tiba-tiba menjadi sangat pendek, ia merasa bahwa kakinya nyeri dan berdenyut dengan sangat kencang, belum lagi detak jantungnya pun menjadi sangat cepat. Namun, kehadiran Grace mengubah anggapan Hadja beberapa menit lalu mengenai situasi ini. Aneh, tapi Hadja merasa yakin dapat mengatasi situasi ini sekalipun tanpa obat.

Selama waktu tersebut, Grace terus menepuk pelan punggung Hadja, berharap hal tersebut dapat membuat Hadja merasa lebih baik walaupun Grace tak yakin akan berpengaruh karena dia sama sekali tak memiliki pengetahuan untuk menangani situasi seperti ini. Detik jam pun terus berjalan, lambat laun, interval suara ambulans pun mulai memanjang hingga akhirnya berhenti setelah kurang lebih tiga puluh menit terus berdengung.

[SS] - Before YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang