29 - What She Called A Closure

136 14 1
                                    

Grace menatap kosong langit-langit kafe, terlarut dalam lamunannya. Kau tahu, sudah sembilan hari berlalu semenjak terakhir kali Grace bertemu dengan Hadja, yaitu di atap rumah sakit tempat pria itu bekerja.

Di hari Minggu, Grace sudah mencoba menemui Hadja di sore hari ketika Grace pulang tapi sayangnya Hadja saat itu tengah libur. Esok harinya pun, Grace memberanikan diri kembali ke rumah sakit dengan alasan menengok nenek Tara, tetapi Hadja ternyata masuk shift pagi dan baru akan selesai operasi di sore hari, tetapi ketika Grace mencari di sore hari pun, Hadja sudah pulang. Hal yang sama pun terjadi di hari selasa, rabu, dan kamis. Entah Hadja masuk shift yang sangat malam atau sangat pagi, sedang ada operasi atau konferensi, atau bahkan sudah pulang.

Intinya, sekalipun Grace sudah berusaha mencari Hadja berkali-kali, ia tak kunjung dapat bertemu dengan pria itu sekadar untuk meminta maaf. Bahkan sampai ada satu karyawan rumah sakit yang mengingat Grace saking seringnya dia menanyakan Hadja hanya dalam beberapa hari terakhir.

Grace tak tahu mengapa dirinya belum juga dapat menemui pria itu lagi sekalipun sudah mencarinya terus menerus. Padahal sebelumnya, dalam satu minggu, Grace pasti bisa bertemu setidaknya sekali dengan Hadja, padahal itu adalah kebetulan. Dan kini, sepulangnya nenek Tara dari rumah sakit di hari Kamis, Grace tak lagi punya alasan untuk pergi ke rumah sakit kecuali ia memberanikan diri untuk ke sana tanpa ada keperluan lainnya, dan Grace memilih untuk tak memberanikan dirinya.

Sejak hari Jumat, Grace pun memilih untuk hanya menunggu di kafe, barangkali Hadja akan mampir seperti sebelum-sebelumnya. Namun sampai hari kesembilan, Hadja tak sekali pun datang ke kafe padahal Grace sudah selalu standby di bagian kafe tempatnya bisa melihat seluruh orang yang masuk ke kafe. Grace bahkan mengerjakan seluruh pekerjaannya di bagian counter, tapi tetap tak ada tanda-tanda kehadiran Hadja.

Grace jadi bertanya-tanya, apakah Hadja memang sesibuk itu? Ataukah memang pria itu sengaja menghindar? Yah ... kalau memang Hadja memutuskan untuk tak menemui Grace sama sekali lagi pun Grace paham. Grace ini sebagai seorang kenalan sama sekali tak memberikan kontribusi di hidup Hadja—karena dirinya bukan siapa-siapa, sudah mana tidak relevan, kata-katanya menyakitkan lagi. Baik itu dari sudut pandang Hadja maupun Grace, wajar saja kalau hubungan-sebatas-kenalan mereka berakhir.

Jujur saja Grace tak masalah jika ke depannya dirinya dan Hadja menjadi orang asing atau Hadja memutuskan untuk tak lagi menganggap Grace sebagai kenalannya. Hanya saja ... tak sempat meminta maaf benar-benar membuat Grace merasa gelisah dan tak nyaman. Ini benar-benar menyesakkan seperti ada sesuatu yang akan meledak. Oleh karena itu, siang hari tadi menjelang jam makan siang, Grace memberanikan dirinya untuk kembali ke rumah sakit, bahkan menunggu sekitar satu jam di sana. Grace membulatkan tekadnya, itu adalah yang terakhir kali sebelum ia benar-benar menyerah mencari Hadja dan menerima fakta bahwa pria itu tak lagi ingin berurusan dengannya.

Ya ... hasilnya dapat ditebak, Grace tak dapat bertemu dengan pria itu, katanya Hadja sedang pergi beristirahat. Namun kau tahu? Setelah Grace memaksakan diri untuk menunggu satu jam, ternyata ia melihat Hadja lewat bersama seorang dokter perempuan, sepertinya ke arah kantin dokter. Perempuan yang sama dengan yang pernah dua kali Grace bersama Hadja, hanya berdua.

Grace pernah membaca, no closure is a closure. Dan ini adalah closure-nya. Grace sadar akan posisinya dan kesalahannya, maka semuanya telah berakhir. Bahkan untuk mengagumi dari jauh saja, Grace tak lagi punya kesempatan.

Ketika merasakan matanya panas, Grace cepat-cepat berjalan ke arah ruangan manajemen dengan membawa buku berisi coret-coretannya mengenai rencana penambahan jam operasional kafe. Sialan, bisa-bisanya aku nangis gara-gara hal ini lagi.

Seorang diri, Grace menitihkan air matanya. Siapa sangka dirinya akan kembali menangis karena seorang pria? Memalukan ... menyebalkan.

Di tengah-tengah kesedihannya, Grace mendapat sebuah pesan. Tampaknya sang pengirim cukup untuk membuat Grace terkejut dan berhenti menangis.

[SS] - Before YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang