07 - Bioskop

989 90 5
                                    

Setelah dua hari tidak pulang ke rumah, Hadja akhirnya bisa keluar dari rumah sakit seusai menyelesaikan serangkaian tugas yang berjibun. Tubuh Hadja merasakan lelah, begitu juga dengan pikirannya. Kalau sudah seperti ini, hal yang paling Hadja nantikan adalah beristirahat di rumah sembari memakan masakan ibunya.

Pikiran Hadja masih terbagi kepada perkataan Dokter Amri yang bilang ingin melibatkannya dalam operasi transplantasi hati minggu depan sebagai asisten. Dokter Amri merupakan kepala departemen bedah, biasanya dia hanya melibatkan dokter residen tahun terakhir dalam operasi transplantasi hati. Permintaan Dokter Amri tersebut membuat para residen lainnya—termasuk Hadja—kaget. Mereka tahu kalau Hadja memang kompeten, tapi tidak menyangka kalau Dokter Amri sangat memercayai Hadja.

"Harus belajar lebih lagi. Gak boleh ada kesalahan," kata Hadja ketika tubuhnya sudah berada di dalam mobil. Ia mengembuskan napasnya berat.

Karena hal itu, Hadja berencana untuk mampir ke toko buku. Di rumah, Hadja memiliki sebuah ruangan yang diisi khusus oleh buku-buku miliknya. Sejak kecil Hadja sudah sangat senang membaca, ditambah sejak mulai kuliah kedokteran buku Hadja mengalami peningkatan jumlah yang luar biasa, belum lagi ketebalan buku-buku kedokteran yang mampu membuat pusing bahkan hanya dengan membayangkan untuk membacanya.

Sekalipun Hadja tidak yakin apakah buku yang ia butuhkan akan ada di toko buku itu, tetapi tidak ada salahnya mencoba terlebih dahulu. Ketika hendak menyalakan mesin mobilnya, Hajda menerima telepon dari ibunya. "Halo, Ma," ucap Hadja.

"Kamu hari ini pulang kan?" tanya Sekar—ibu Hadja.

"Iya, Ma. Ini mau pulang. Tapi Hadja mau pergi ke toko buku dulu."

"Di mall bukan?"

"Iya, mampir ke gramedia di mall dekat rumah sakit saja."

"Kalau begitu kebetulan, boleh nggak kalau mama minta tolong belikan daging dan sayuran di supermarket? Papa sedang ke kantor jadi tidak ada supir di rumah. Nanti malam Serren dan Hendji mau ke rumah. Tapi kalau kamu lelah gak perlu."

"Nggak apa-apa, Hadja saja yang beli, sekalian. Mama kirimkan saja apa yang mau dibeli."

"Iya, makasih, kamu hati-hati di jalannya ya," kata Sekar sebelum menutup sambungan teleponnya.

Dihitung-hitung sejak kemarin Hadja hanya tidur kurang dari tiga jam. Namun ia tidak merasakan kantuk, mungkin karena Hadja sudah terlalu terbiasa dengan jam tidur yang berantakan dan juga perilaku bergadang. Meskipun pekerjaan Hadja adalah mengobati orang yang sakit, tetapi ia sendiri masih sering lupa memperhatikan pola makan dan waktu istirahatnya.

***

Hadja berjalan di dalam pusat perbelanjaan yang berjarak sekitar dua kilometer dari rumah sakit, tetapi tetap saja memakan waktu yang lama untuk sampai kemari karena padatnya jalanan. Toko buku berada di lantai empat, Hadja hapal sekali karena memang sering ke sana. Hadja sengaja mampir ke toko buku terlebih dahulu karena tidak ingin repot dengan belanjaan yang pasti jumlahnya akan banyak kalau kakak-kakaknya datang ke rumah.

Ketika hendak menuju toko buku, Hadja melewati tempat bioskop. Matanya menangkap kehadiran sosok yang familier tengah berdiri di depan bioskop sembari mengamati poster yang terpampang. Hadja ingin menggerakkan kakinya mendekati orang tersebut, tetapi entah mengapa rasanya sangat berat. Oleh karena itu, Hadja pun memilih untuk menelepon ibunya terlebih dahulu.

"Iya, Sayang," ujar Ibu Hadja.

"Ma, kalau Hadja lama gak apa-apa? Soalnya ada urusan dulu. Mungkin sekitar satu? Atau dua jam?" tanya Hadja.

"Tentu gak masalah, kamu nikmati saja waktumu. Kalau kamu belum pulang, nanti Mama dan bibi saja yang belanja, tidak lama lagi juga papa pulang. Yang penting nanti malam kamu sudah di rumah."

[SS] Before YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang