20 - The One Who Haunts My Mind

901 63 12
                                    

Grace meregangkan tubuhnya dengan mengangkat kedua tangan ke atas. Masih ada satu jam sebelum kafe ditutup, kini hanya tersisa beberapa karyawan saja. Di bagian depan pun, hanya Grace yang menjaga. Kafe pun sudah tak seramai beberapa jam lalu, hanya tersisa beberapa orang yang masih mengobrol dengan teman atau sibuk berkutat dengan laptopnya.

Sejujurnya bosan sekali tidak ada Tara. Grace jadi tak memiliki teman untuk mengobrol karena biasanya Tara akan menghampiri Grace apabila dia tak sedang sibuk di dapur atau sebaliknya. Ah... Grace jadi merindukan Tara dan neneknya. Hari ini Grace sama sekali tak punya waktu untuk pergi ke rumah sakit dikarenakan terbatasnya karyawan yang dapat berjaga di kafe. Namun Grace tak begitu khawatir karena Leo pasti akan selalu menyempatkan waktunya untuk menengok Tara sekalipun Leo baru pulang kerja pukul tujuh malam.

Di tengah lamunan kosong Grace, ponselnya bordering. Berulang kali. Grace bertanya-tanya sesaat, siapa yang membuat kehebohan di ponselnya yang selalu tenang dan sepi. Oh ternyata dari pesan grup yang anggotanya tak lain adalah Grace, Tara, dan Leo.

Tara : Grace....

Tara : Semua tagihan rumah sakit nenek lunas, dari awal sampe pasca operasi. Bahkan sekarang kita ada di kelas satu, jadi nenek bisa lebih leluasa di banding sebelumnya yang satu ruangan enam orang.

Leo : Iya Grace kamu harus lihat langsung, Tara hampir nangis nih.

Leo : Tara yang galak ini lagi berseri-seri sambil berkaca-kaca loh. Untung aku belum pulang jadi masih bisa lihat reaksi Tara secara langsung.

Pesan itu membuat Grace hampir menjerit—beruntung masih bisa ditahan karena saat ini Grace sadar dirinya tengah berada di kafe. Perasaan Grace menghangat, ia senang bukan main mendengar kabar tersebut. Apalagi setelah melihat apa yang dialami Tara dua hari lalu. Saat ini, ingin rasanya Grace berjingkrak-jingkrak.

Grace : AKU SENENG BANGET DENGERNYA.

Grace : Puji Tuhan. Selamat ya Tara, kamu orang baik, gak aneh kalau hal-hal baik terjadi ke kamu. Sekarang kamu fokus sama persiapan operasi aja. Jangan pikirin hal-hal gak menyenangkan lagi, ya.

Tara : Iya Grace makasih ya. Aku juga bener-bener bersyukur.

Leo (membalas Grace) : Sweet banget Grace.

Grace : Eh, tapi kamu tahu siapa yang ngelunasin semuanya?

Tara : Gak tahu, orangnya ngajuin buat bantu secara anonim jadi pihak rumah sakit juga gak bisa kasih tahu. Yang pasti siapa pun itu aku berdoa hal baik buat dia. Aku pasti akan berterima kasih seumur hidup.

Grace : Happy for you, Tara.

Grace mengirimkan stiker hati.

Rasanya saat ini Grace ingin menangis, tetapi bukan karena sedih, melainkan senang. Siapa pun malaikat penolong itu, Grace juga akan berterima kasih seumur hidupnya karena telah membantu sahabatnya.

"Permisi, aku ingin memesan satu Ice Americano."

Di saat Grace tengah larut dalam kegembiraannya sembali fokus menatap ponsel, tiba-tiba ada pelanggan yang membuatnya kaget bukan main. Kali ini Grace sampai menjerit, seolah pelanggannya adalah hantu.

Memalukan sekali. Memang benar seharusnya kita tak boleh terlalu terlena maupun melamun ketika sedang bekerja karena lihat Grace, ia baru saja mempermalukan dirinya sendiri.

"Mohon maaf," kata Grace sebelum akhirnya melihat wajah pelanggan di hadapannya, yang justru membuat Grace semakin terkejut. "Dokter... Hadja?" Grace secara refleks memanggil nama Hadja saking ia tak menyangka bahwa akan bertemu Hadja.

[SS] - Before YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang