04 - Her Name

1.4K 120 2
                                    

Hadja menutup lokernya setelah meletakkan beberapa barang. Ketika berbalik, Hadja terkejut karena seorang wanita tiba-tiba berdiri di belakangnya. Sontak Hadja sedikit mundur ke belakang.

"Ada apa?" tanya Hadja.

"Nih." Calyn—teman seangkatan Hadja saat kuliah kedokteran—menyodorkan sebungkus cokelat dengan gulungan kertas kecil di atasnya yang diikat oleh pita.

"Huh?" Hadja menatap Calyn tajam

"Aku cuma dititipin orang buat kasih ini ke kamu, soalnya katanya di antara dokter residen lain, aku yang paling kelihatan dekat sama kamu."

"Buat apa sih?"

Calyn menghela napasnya, berhadapan dengan Hadja kadang membuatnya kesal. "Cokelat dari anak co-ass, katanya dia udah selesai stase bedahnya dan bakalan ke bagian lain, jadi sebelum itu mau ngasih ini ke kamu. Aneh padahal aku gak satu bagian sama kamu." Calyn menjelaskan sembari mengomel.

Hadja berpikir sesaat. Memang benar ada beberapa anak co-ass di bagian spesialis bedah, tapi seingat Hadja ia tidak pernah dekat dengan mereka. Mengobrol pun hanya soal pekerjaan atau ketika mereka bertanya tentang ilmu kedokteran.

"Buat apa? Memangnya yang begini perlu, ya?" tanya Hadja.

"Dasar tidak peka, kamu kayak batu ya. Gak ada yang bisa diharapin dari seorang Hadja selain otak jeniusnya itu."

"Aku mau pulang, kamu ambil saja." Tanpa aba-aba Hadja berjalan meninggalkan Calyn.

Calyn segera mengejar langkah Hadja. Calyn memukul pelan dada sebelah kanan Hadja dengan tangannya yang memegang sebungkus cokelat. Karena hal tersebut, langkah Hadja terhenti.

"Hargain pemberian orang, Hadja. Nih ada suratnya juga, dibaca minimal. Kamu gak penasaran memangnya, aku sih penasaran," ujar Calyn sembari menodongkan cokelat tersebut tepat di hadapan wajah Hadja.

"Ya sudah kamu baca aja silahkan," kata Hadja.

"Gak sopan kalau aku yang baca. Ini ambil aja, mau kamu makan, baca, atau nggak, ya terserah."

"Memangnya kalau itu kamu, akan kamu terima?" tanya Hadja menatap tajam kedua mata Calyn hingga Calyn mundur beberapa langkah.

"Well, aku selalu menghargai pemberian orang lain. And i like chocolate, so why not?"

"Kalau begitu kamu makan saja, aku kasih untukmu."

Karena lelah dengan sifat keras kepala Hadja, Calyn dengan paksa meletakkan cokelat tersebut secara paksa ke dalam saku di kemeja Hadja. Setelahnya ia langsung kabur karena tidak ingin melihat wajah kesal Hadja yang jujur menurut Calyn cukup menakutkan.

Hadja mengembuskan napasnya kesal, untuk apa anak co-ass itu repot-repot melakukan hal seperti ini. Kalau ingin berterima kasih atau mengucapkan selamat tinggal, harusnya bilang saja tanpa perlu memberi cokelat juga. Hadja kemudian meletakkan cokelat tersebut di loker miliknya.

Setelah itu, Hadja segera berjalan menuju luar rumah sakit. Di pintu masuk unit gawat darurat, suara sirene menggema. Orang-orang yang bertugas dengan cekatan berlari sembari menurunkan ambulance stretcher dari mobil menuju ruang gawat darurat. Total ada tiga mobil ambulans yang suaranya menggema di nagian depan rumah sakit.

Napas Hadja mendadak terasa sesak hingga tubuhnya sedikit sempoyongan. Kakinya menabrak pinggiran dinding dekat pintu masuk, membuat kakinya terasa berdenyut. Namun Hadja menyadari kalau rasa sakit itu hanyalah sugestinya, karena sebenarnya kakinya tidak terbentur keras.

Meskipun sudah terbiasa, Hadja masih kerap kesulitan ketika berhadapan dengan hal seperti itu. Ketakutan dan rasa sakit yang pernah ia rasakan sekali tak menghilang dari ingatannya. Itulah mengapa masa ketika Hadja bertugas di unit gawat darurat sedikit menyulitkan Hadja, traumanya kerap kembali ketika mendengar suara ambulans yang terlalu banyak atau bising.

[SS] - Before YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang