Part - DUAPULUH ENAM, check!

1.1K 90 0
                                    

Keesokan harinya, tepatnya hari Jumat akan ada final pertandingan futsal, di mana timnya ka Putra akan bertanding.

Sejak semalam ka Putra tidak henti-hentinya meminta gue untuk menonton pertandingan, padahal gue udah mengatakan iya.

Gue berangkat 1 jam lebih awal sebelum pertandingan dimulai. Gue berangkat bersama Billa dan Sam---doinya Billa *jadi nyamuk deh.

Saat gue sampai di depan gedung serbaguna, gue segera menelfon ka Putra dan menanyakan posisinya di mana.

Tak lama kemudian, ka Putra datang menghampiri gue.

"Kamu udah sarapan?", tanya ka Putra.

"Udah", jawab gue.

"Alhamdulillah. Nanti kamu temenin aku di lapangan ya", pinta ka Putra.

"Maksudnya?", tanya gue yang nggak mengerti.

"Iya jadi nanti kamu nggak perlu duduk di tribun. Kamu ntar duduk di sebelah coach aku. Mau ya?", jawab ka Putra memperjelas.

"Jangan deh ka, aku di tribun aja. Ntar nggak enak lagi sama tim kakak", tolak gue.

"Nggak papa Al. Aku juga udah bilang ke mereka dan mereka malah seneng kalau ada cewek yang nyemangatin di lapangan. Mau ya! Please!"

"Yaudah deh ka. Tapi aku ke tribun dulu ya, ntar kalau pertandingan mau dimulai baru aku ke bawah", putus gue.

"Iya terserah kamu. Kalau gitu aku ke temen-temen dulu ya"

"Oke ka"

Gue seperti de javu dengan keadaan ini. Gue merasa sebelumnya pernah mengalami hal yang serupa. Tapi kapan dan di mana?

---

Pertandingan berlangsung begitu sengit. Tim lawan nggak bisa dianggap remeh. Tapi alhamdulillah tim ka Putra tetap unggul dengan skor 5-2.

Di pertandingan babak kedua, terlihat tim lawan mulai bermain kasar.

"AAARRRGGHHHH", terdengar teriakan dari ka Putra sesaat setelah tim lawan dengan sengaja menendang kaki kanan ka Putra dengan begitu keras.

Sontak hal itu membuat supporter dari SMA gue berteriak tidak terima dengan yang dilakukan oleh tim lawan dan wasit langsung memberikan kartu merah pada tim lawan tersebut. Petugas kesehatan langsung mengambil tandu dan membawa ka Putra menepi. Gue pun langsung menghampiri ka Putra. Gue nggak tega melihatnya menahan rasa sakit seperti itu. Pertandingan sementara dihentikan karena sitkon yang mulai kacau.

"Al", panggil ka Putra.

"Iya ka? Ka Putra yang kuat ya. Aku ada di sini buat kakak", ucap gue dengan air mata yang mengalir begitu aja.

"Hei, jangan nangis! Aku nggak papa kok. Kan udah biasa di futsal kayak gini", ucap ka Putra tersenyum sambil menghapus air mata gue.

"Ya tapi kan aku nggak tega ngeliat ka Putra kesakitan"

"Udah, aku nggak papa kok. Selama kamu ada di sampingku, semuanya akan selalu baik-baik aja"

"Putra!", panggil coachnya.

"Iya coach?", tanya ka Putra.

"Kamu istirahat aja ya, nggak usah maksain buat main. Biar Mike yang gantiin kamu"

"Tapi coach-"

"Kesehatan kamu lebih penting Put daripada pertandingan ini. Kamu istirahat ya, doain temen-temen kamu bisa menangin pertandingan ini", sahut coach memotong ucapan ka Putra.

"Iya coach", pasrah ka Putra.

---

Akhirnya setelah 10 menit break, pertadingan pun dilanjutkan kembali, tentunya tanpa ka Putra. Tim lawan tetap aja bermain kasar, walaupun kali ini nggak sekasar tadi.

Bisa gue tebak, taktik mereka adalah membuat ka Putra cidera sampai nggak bisa melanjutkan pertandingan.

Tim lawan mulai melakukan penyerangan dan nggak lama kemudian, golpun berhasil mereka cetak. Rupanya tim ka Putra tetap kewalahan menghadapi tim lawan padahal jumlah tim lawan udah berkurang 1.

Ka Putra (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang