Part - TIGAPULUH SATU, check!

1.1K 89 2
                                    

Setelah gue dan Allana turun dari panggung, gue langsung menggenggam tangannya dan mengajaknya untuk pergi ke suatu tempat.

Bisa kalian tebak? Bukan! Bukan tempat romantis yang dipenuhi oleh lampu-lampu ataupun lilin, bunga, dsb. Tapi tempat yang begitu bersejarah bagi gue dan Allana. Yaps, gedung serba guna atau aula besar. Tempat di mana gue dan Allana pertama kali bertatap muka secara langsung dan tempat yang menjadi saksi pertandinganku futsal gue dan Allana yang ada untuk mendukung gue.

"Kita mau ke mana ka?", tanya Allana.

"Ntar juga kamu tau", jawab gue yang berjalan beriringan dengannya. Gue berharap bisa selalu seperti ini, berjalan bersama Allana tanpa ada yang saling mendahului atau meninggalkan.

---

Sesampainya di depan gedung serba guna, gue dan Allana berhenti sejenak.

"Ka Putra ngajak aku ke sini?", tanya Allana.

"Iya", jawab gue.

"Buat apa ka? Emang lagi ada acara di dalem? Tapi kok keliatannya sepi ya. Pintu juga ditutup", bingung Allana.

"Nggak lagi ada acara apa-apa kok. Aku emang sengaja ngajak kamu ke sini. Yaudah kita langsung ke tribun ya"

"Tribun? Emang nggak ditutup pintunya?"

"Enggak kok. Udah ayo!"

Gue dan Allana menaiki tangga yang akan membawa kita sampai pada lantai dua aula, tempat pintu masuk tribun berada. Gue mengajak Allana duduk tepat di bangku di mana pertama kali gue bertemu dengannya dan tentu di posisi yang sama pula.

"Ka Putra kok duduk di bawah? Kok nggak di sampingku aja?"

"Nggak papa aku di sini aja"

"Terus ngapain kita ke sini? Ka Putra nggak mau macem-macem kan?"

"Kenapa? Kamu takut?"

"Ya kan di sini sepi ka, nggak ada siapa-siapa, jauh pula dari tempat acara tadi. Kalau ka Putra macem-macem dan aku mau teriak juga percuma, nggak ada yang bakal denger", ucap Allana menunduk.

"Ya ampun Allana. Tenang aja kali aku nggak bakal macem-macemin kamu kok. Kan aku sayang sama kamu dan pastinya aku bakal ngejaga kamu dong dengan sebaik mungkin"

"Oke. Terus kenapa dong kita ke sini?"

"Aku mau ngajak kamu flashback"

"Hah? Flashback soal apa?"

"Kamu lupa?"

"Lupa apa?"

"Di sini, di tribun ini, dan tempat duduk ini kita pertama kali ketemu. Waktu itu aku pengen ngeliat kamu dari deket eh malah kamu juga ngeliat aku"

"Iya aku inget kalau itu, nggak bakal bisa lupa ka. Di gedung ini semuanya bermula kan"

"Dan gedung ini juga jadi saksi antara kisah kita berdua. Tentang aku yang begitu senang saat melihat kamu apalagi saat kamu datang buat ngedukung aku tanding futsal"

"Banyak kenangan ya di gedung ini"

"Kenangan yang indah"

"Eh btw jarak kita ketemu pertama kali sampe sekarang berapa lama sih ka?", tanya Allana.

"Kurang dari 2 minggu deh kalau nggak salah", jawab gue.

"Tapi kita kayak udah kenal lama ya", ucap Allana.

"Iya, udah deket, akrab, sayang pula", tambah gue sambil terkekeh.

"Yeee kenapa nyambungnya ke sana. Kalau sayang kan ka Putra udah sayang sama aku dari 3 bulan lalu, ya kan?"

"Hehe iya. Kalau kamu sejak kapan sayang sama aku?", tanya gue yang penasaran.

"Siapa yang sayang sama ka Putra?", tanya Allana balik.

"Kamu", jawab gue.

"Lah, enggak kok", bantah Allana sontak membuat gue membulatkan mata.

"Loh kan tadi kamu sendiri yang bilang kalau kamu sayang sama aku", ucap gue.

"Kapan?"

"Tadi pas kamu di samping panggung. Pas aku bilang aku sayang kamu terus katanya kamu juga sayang sama aku"

"Itu cuma bercanda kali ka"

"Bercanda gimana?"

"Ya aku cuma mau bikin ka Putra sama semua yang ada di sana pada baper"

"Terus yang kemarin yang pas aku mau masuk lagi ke lapangan pas habis cidera, kamu juga bilang sayang sama aku"

"Yaa itu hm"

"Apa?"

"Aku kan mau nyemangatin ka Putra, biar bisa bawa tim sekolah kita menang makanya aku ngomong gitu deh"

"Jadi sebenernya kamu nggak sayang sama aku?", tanya gue memastikan.

"Enggak", jawab Allana dengan cepat.

"Serius enggak?"

"Enggak ka Putra. Ih nanya mulu deh"

"Kamu pasti bohong kan? Kamu lagi ngeprank aku kan?", tebak gue.

"Dibilangin kok nggak percaya sih"

"Coba bilang nggak sayang sama aku sambil natap mataku, bisa nggak?", tantang gue karena berdasarkan film-film yang pernah gue tonton kalau seseorang akan berkata jujur ketika sedang menatap mata lawan bicaranya.

"Bisa", seru Allana.

Allana membuktikan ucapannya. Dia menatap gue sambil berkata bahwa dia nggak menyukai gue, nggak menyayangi gue, dan nggak memiliki perasaan apapun terhadap gue. Tentu aja, gue kecewa. Ternyata selama ini dugaan gue salah. Perasaan yang gue punya rupanya tetap bertepuk sebelah tangan.

"Kita balik yuk Al!", ajak gue.

"Pulang?", tanya Allana.

"Iya, ayo!", jawab gue.

Ka Putra (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang