Bab - 19 | Lunch

1.3K 160 0
                                    

Pekerjaan rumah tidak menjadi aktivitas yang asing untuk Noah. Mulai dari nyuci piring, laundry, nyapu, ngepel, masak, hingga belanja ke pasar, Noah sudah terbiasa mengerjakannya.

Hidup di kalangan menengah ke bawah dengan perekonomian rendah, memaksa Noah mau tak mau harus mandiri dan serba bisa dalam melakukan apapun.

Mengantar Bundanya pergi ke pasar untuk kebutuhan warung, bukan lagi hal asing. Biasanya Noah pergi ke pasar bersama Bundanya pukul 5 pagi. Untuk itu Noah jadi terbiasa bangun pagi-pagi sekali tiap hari.

Tapi, apakah tidak keterlaluan kalau sang Bunda membangunkannya pada pukul 3 dini hari untuk pergi ke pasar? Ayolah, bahkan ini belum subuh!

"Le, bangun!" teriakan sang Bunda untuk kesekian kalinya menyentak Noah dari tidurnya. Mengerang malas, ia beranjak bangun mengambil posisi duduk di atas kasur dengan kedua tangan memeluk guling. Meski dengan mata yang tak kunjung terbuka, Noah tetap membalas gerutuan Bundanya.

"Ayo ke pasar, buruan!"

"Bun, orang pasar juga masih molor jam segini."

Sang Bunda menarik guling yang sejak tadi dipelukan Noah lalu melempar ke sudut kasur, "Mana ada! Orang pasar jam segini ya udah ngelapak."

"Ngapain sih, Bun? Subuh juga belum. Bunda mau sepertiga malam di pasar?"

"Kan kamu yang bilang Kana mau datang nanti buat makan siang."

Noah membuka sebelah matanya melirik Bunda, "Jadi, ini karena Kana mau datang?"

"Iyalah. Siapa lagi tamu penting kita?"

"Emangnya Bunda tau apa makanan kesukaan Kana?"

"Ya mana Bunda tau. Bunda kan ikan." Sang Bunda kemudian tampak berfikir. "Emang Kana sukanya apa?"

Noah kembali menutup matanya. "Rumput. Kana suka rumput Bun. Jadi Bunda guntingin aja rumput liar di halaman terus ditumis. Pasti Kana seneng."

"Kamu kira Kana kambing apa? Makannya rumput."

"Yauda kalau Bunda gak percaya," sahut Noah hendak kembali merebahkan tubuhnya namun tarikan bundanya menahan ia lebih cepat.

"Bunda serius. Ih gimana Kana mau nerima kamu, kalau kamu aja gak niat begini PDKT-nya. Kok malah Bunda yang jadinya semangat banget?"

"Kana sukanya cheesecake sama salad, Bun. Makanan yang sehat-sehat pokoknya. Yang enggak mengandung, kacang, seafood dan mie instan. Bunda pikiri deh tuh, mau masak apa. Nanti kalau udah mau subuh baru bangunin Noah." Noah menguap lebar. "Noah baru tidur jam dua, Bun. Mikiri konsep project baru kerjaan Noah. Tega bener Bunda banguni jam segini. Mata Noah aja gak bisa kebuka, nih." Noah menunjuk matanya dengan jari telunjuk.

"Yauda-yauda. Balik tidur sana. Bunda mau searching dulu mau buat menu apa. Nanti subuh Bunda banguni."

Noah kembali merebahkan tubuhnya. "Makasih, Bun. Emang Bunda cewek paling pengertian se-nusantara," gumam Noah tak jelas yang dua detik setelahnya kembali terlelap.

Sang Bunda memandangi putranya sejenak sebelum bergerak menarik selimut menutupi sang putra hingga dada, dan diakhiri dengan kecupan lembut di kening anaknya.

*

Noah memandang takjub menu makanan yang memenuhi meja. Tidak pernah Noah lihat sang Bunda memasak menu sebanyak ini. Biasanya untuk makan, sang Bunda hanya membawa lauk dari warung. Atau kalau tidak sempat, Noah yang akan pergi ke warung. Melihat meja dipenuhi makanan begini, seakan mereka akan mengadakan wirid saja.

"Bun, gak akan abis ini. Kana itu makannya sedikit banget. Beneran." Kembali Noah mengingat bagaimana sedikit dan lambatnya Kana ketika makan saat seminar dulu ataupun saat mereka makan bareng beberapa hari lalu. Mungkin butuh waktu satu semester untuk menunggu Kana menghabiskan seporsi nasi padang. Lalu bagaimana cara gadis itu memakan segala jenis masakan Bundanya ini?

CWTCHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang