Bab - 28 | Program II

1.1K 148 0
                                    

Dua hari kemudian, keseluruhan panitia BSM masih melanjutkan kegiatannya. Hari ini pelaksanaan program kedua, yaitu kunjungan ke panti asuhan Cinta Kasih. Panti asuhan yang mereka kunjungi kali ini sedikit berbeda dengan panti asuhan yang mereka kunjungi kemarin.

Kebanyakan anak-anak di sini adalah mereka yang berusia 0 sampai 5 tahun. Bangunan panti asuhan ini tidaklah seluas panti asuhan sebelumnya. Panti asuhan ini berbentuk sebuah rumah biasa yang agak luas. Di dalamnya terdapat empat buah kamar. Setiap dua kamar dipisahkan oleh lorong kecil.

Setelah melakukan protokol acara seperti sebelum-sebelumnya, para panitia mulai menyebar melaksanakan jobdesknya masing-masing. Begitupun Kana. Setelah menyelesaikan tugas administrasi, Kana mulai menyusuri setiap sudut panti asuhan dengan kamera yang setia menggantung di lehernya.

Kana memasuki salah satu kamar. Tampak bayi-bayi yang tergolek tenang, tetapi ada juga yang sedang unjuk kemampuan tarik suaranya dengan menangis.

Ruang sebelah kiri terasa lebih ramai daripada sebelah kanan. Mungkin karena dihuni oleh bayi-bayi yang merasakan kesegaran setelah dimandikan.

Di ruang sebelah kanan, tampak bayi-bayi merah yang lebih tenang. Ada yang tidur, ada yang bermain dengan teman seboksnya, dan ada juga yang sedang memainkan jari-jari tangan.

Di dekat boks berwarna pink, ada seorang ibu muda yang sedang menimang-nimang bayi. Sang suami ikut bermain dengan bayi yang digendong istrinya. Kana menularkan senyum sapaan yang langsung dibalas wanita tersebut sama ramahnya.

"Dek, ada kakak cantik di sini," lapor perempuan itu pada bayi dalam timangannya.

Kana mendekati sang bayi, menyentuh lembut ujung jemari yang sedang sibuk menggapai udara. "Hai, dedek. Imut sekali kamu. Namanya siapa?"

"Belum punya nama, Kak. Kakak cantik mau bantu kasih nama?" tawar si ibu muda yang jelas membuat Kana terkejut.

"Eh.."

Mengerti keterkejutan Kana, wanita itu menjelaskan, "Ini bayi yang mau kita dijadikan anak asuh."

"Kita memilihnya karena si dedek mirip istri saya," ungkap calon ayah bayi ini tiba-tiba menyela. "Dan memang belum kita beri nama."

"Nama kamu siapa?" Tanya si calon ibu.

"Nama saya Kana, Mbak."

Wanita itu tersenyum sumringah pada suaminya. "Kana.. cantik, Mas. Gimana kalau Kana aja?"

"Kana Dewi. Dewi dari nama tengah kamu," ide sang suami.

"Tambah nama belakang kamu. Hermawan. Kana Dewi Hermawan. Cantiknya," istrinya melengkapi. "Boleh kan Kak, izin pakai namanya?"

"Tentu saja boleh, Mbak. Saya jadi terharu," ungkap Kana jujur. "Dedek Kana," ucapnya mengelus lembut pipi sang bayi.

"Kalian lagi ada acara ya di sini?"

"Iya, Mbak. Lagi program bakti sosial."

Si calon ibu itu tampak menimang sesaat si bayi tampak gelisah. "Kasian ya mereka. Mereka dilahirkan lalu ditelantarkan." Kedua mata wanita itu tampak berkaca. "Seharusnya saat ini mereka berada di timangan orangtuanya. Bukan malah tidur berdempetan seperti ini."

Tiba-tiba ekspresi wanita itu berubah menjadi marah. "Saya tuh kadang kesel sama takdir Tuhan. Saya yang sudah bertahun-tahun menikah, mencoba berbagai cara, tapi tak kunjung mendapatkan janin di rahim saya. Tapi orangtua mereka, yang bahkan mungkin tidak menginginkan kehadiran mereka, malah mendapatkannya semudah itu," ujarnya. "Eh maaf. Saya malah curhat."

"Gak apa kok Mbak. Saya malah seneng Mbaknya mau berbagi sama saya."

"Yah, pokoknya begitulah. Kamu harus bersyukur kalau masih memiliki orangtua lengkap. Tidak mudah membesarkan seorang anak bagi orangtua manapun. Untuk itu kamu harus menyayangi kedua orangtua kamu. Jangan sampai kamu melakukan perbuatan yang bisa mengecewakan mereka. Kadang, orangtua berfikir apa yang mereka lakukan itu selalu benar, selalu apa yang terbaik untuk anaknya. Padahal yang menjalani dunia anaknya ya si anak itu sendiri. Kalau ada keputusan orangtua yang tidak sejalan dengan kamu, ajak mereka diskusi. Mereka tidak akan paham dengan apa yang kamu rasakan kalau kamu sendiri tidak menyampaikannya."

CWTCHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang